Page 442 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 442

Ketika ia datang, Romeo bahkan telah babak belur dihajar kedua
                 anak buah Maman Gendeng, tapi Maman Gendeng telah dibuat ma-
                 rah tanpa ampun hingga ia menghajarnya lagi, nyaris mati, se mentara
                 orang-orang menontonnya secara melingkar bagaikan tengah melihat
                 sabung ayam. Romeo melolong begitu memilukan, meminta ampun dan
                 berkata bahwa ia tak akan pernah mengulangi kelakuan buruk tersebut,
                 tapi pengalaman telah mengajari Maman Gendeng bahwa pengkhianat
                 tak sebaiknya dipercaya. Maka ia terus meng hajarnya, dan Romeo terus
                 melolong minta ampun. Semakin banyak orang yang berkerumun,
                 paling depan duduk dan yang di belakang berdiri, tanpa ada yang bisa
                 mereka perbuat kecuali me nonton kebrutalan tersebut. Tontonan yang
                 seolah mengatakan kepada me reka semua bahwa tak baik melakukan
                 kecurangan kepada Maman Gendeng. Bahkan polisi yang lalu-lalang di
                 depan terminal bis tutup mata soal itu, dan tetap berada di tempatnya.
                    Burung-burung elang pemakan bangkai mulai berdatangan ketika
                 bau kematian orang itu mulai mengambang dan diembuskan angin laut
                 ke mana-mana. Tapi Romeo belum juga mati, bukan karena ia demikian
                 kuatnya, tapi karena Maman Gendeng sengaja membuat kematian-
                 nya begitu lama, begitu menyakitkan, sebagai pelajaran berharga bagi
                 siapa pun bahwa begitulah nasib bagi para pengkhianat. Dan ia sangat
                 menyesal pada para burung elang pemakan bangkai itu, bukan sekadar
                 pada kematian korbannya yang begitu lama sebab ia merontokkan
                 gigi-giginya begitu perlahan, mematahkan dua atau tiga jari tangannya,
                 mencabuti kuku-kuku jari kakinya, me ne lan janginya dan mulai men-
                 cabuti bulu kemaluannya. Ia bahkan meng hiasi seluruh tubuhnya yang
                 telah babak belur dengan hiasan puntung rokok yang masih menyala.
                 Bukan sekadar itu. Ia menyesal pada burung-burung elang pemakan
                 bangkai sebab tampaknya ia tak berniat membagi kebahagiaannya
                 de ngan mereka. Karena ia tak akan memberikan bangkai itu untuk
                 siapa pun, tapi berniat untuk membakarnya hidup-hidup sebagai wujud
                 kemarahannya yang terakhir.
                    Namun ketika ia tengah mempersiapkan bensin dan pemantik api,
                 mendadak perempuan buruk rupa itu menghambur ke tengah-tengah
                 kerumunan orang dan berdiri di depannya. Ia memohonkan ampun
                 bagi suaminya, dan jika Maman Gendeng membiarkannya hidup, ia

                                             435





        Cantik.indd   435                                                  1/19/12   2:33 PM
   437   438   439   440   441   442   443   444   445   446   447