Page 474 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 474

beranda tapi di dalam kamarnya sendiri. Duduk di tepi tempat tidur,
                 tampak sekali ia begitu gelisah, memasang telinga dengan baik, cemas
                 bahwa ia akan melewatkan bunyi ketukan yang mungkin akan terde-
                 ngar begitu pelan dan halus, seperti para pencari kerja yang cemas
                 menanti namanya dipanggil. Sesekali ia berdiri dan mengintip melalui
                 tirai jendela, yang ada hanya pemandangan ha laman dengan tanaman-
                 tanaman serba hitam oleh kegelapan, dan ia duduk kembali di tepi
                 tempat tidur, masih se gelisah semula.
                    Kemudian ia mendengar ketukan itu, begitu lembut sehingga ia ha-
                 rus memasang telinganya dengan lebih baik, dan ketukan itu terdengar
                 kembali sampai tiga kali. Dengan perasaan yang campur-aduk, setengah
                 berlari Si Cantik melangkah menuju jendela dan membukanya.
                    Di sana berdiri Pangerannya, dengan bunga mawar sebagaimana
                 biasa.
                    ”Bolehkah aku masuk?” tanya Sang Pangeran.
                    Si Cantik mengangguk dengan malu-malu.
                    Setelah menyerahkan bunga mawar itu pada Si Cantik, Sang Pa-
                 ngeran melompati jendela memasuki kamar. Ia berdiri sejenak meman-
                 dang isi kamar itu sekelilingnya, berjalan begitu perlahan dari satu sudut
                 ke sudut lain, kemudian berbalik memandang Si Cantik yang baru saja
                 menutup jendela tanpa menguncinya. Sang Pangeran duduk di tepi
                 tempat tidur, dan dengan isyarat tangannya menyuruh Si Cantik du-
                 duk pula di sampingnya. Gadis itu menurut, dan selama beberapa saat
                 mereka saling membisu.
                    ”Telah lama aku ingin berjumpa denganmu,” kata Sang Pangeran.
                    Si Cantik begitu tersanjung sehingga ia bahkan tak mampu menga-
                 takan, atau tepatnya bertanya, dari mana ia mengenal dirinya.
                    ”Telah lama aku ingin mengenalmu,” kata Sang Pangeran lagi, ”dan
                 telah lama aku ingin menyentuhmu.”
                    Itu membuat jantung Si Cantik berdegup kencang. Ia tak berani
                 me  noleh pada lelaki itu, dan sekujur tubuhnya tiba-tiba terasa di ngin
                 ke  tika lelaki itu menyentuh tangannya, dan menggenggamnya begitu
                 lembut.
                    ”Bolehkah aku mencium punggung tanganmu?” tanya Sang Pange-
                 r an. Si Cantik belum juga menjawab, atau ia semakin tak sang gup

                                             467





        Cantik.indd   467                                                  1/19/12   2:33 PM
   469   470   471   472   473   474   475   476   477   478   479