Page 65 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 65

penjaga kandang kambing, penjaga rumah, dan penjaga kebun. Ia
              me meluk mereka semua, dan untuk pertama kali, mungkin setelah
              ber tahun-tahun, Dewi Ayu menangis. Meninggalkan mereka seperti
              ke hi langan sepotong badan. Dan terakhir ia berdiri memandang Mr.
              Willie. ”Aku gila dan hanya orang gila yang kawin dengan orang gila,”
              kata Dewi Ayu kepadanya. ”Tapi aku tak mau kawin dengan orang gila.”
              Ia menciumnya sebelum pergi bersama kedua prajurit Je pang yang tak
              sabar menunggu.
                 ”Jagalah rumahku,” ia berkata untuk terakhir kalinya kepada me reka,
              ”kecuali orang-orang ini merampasnya.”
                 Ia naik ke bak truk yang telah menunggu di depan rumah, nyaris tak
              bisa memuatnya sebab di dalamnya telah berjejalan banyak perempuan
              dan anak-anak yang menangis menjerit-jerit. Ia melambai pada orang-
              orang yang masih berdiri di beranda rumah. Selama enam belas tahun
              ia telah tinggal di sana, nyaris tak pernah me ninggalkannya lebih jauh
              dari batas kota, kecuali beberapa kali liburan pendek ke Bandung dan
              Batavia. Ia melihat anjing-anjing Borzoi berlarian dari belakang rumah
              dan menyalak di halaman yang dipenuhi rumput Jepang, dengan bunga
              melati merambat di samping rumah dan bunga matahari tumbuh di
              de kat pagar. Itu daerah ke kuasaan mereka, di rerumputan itu mereka
              suka berguling-guling, dan Dewi Ayu berharap Mr. Willie memelihara
              mereka dengan baik. Truk bergerak dan Dewi Ayu nyaris tak bisa ber-
              napas karena desakan tubuh-tubuh perempuan lain. Ia masih melambai
              ke arah mereka, dan anjing-anjing Borzoi yang menyalak.
                 ”Tak bisa dipercaya, kita meninggalkan rumah sendiri,” kata seorang
              perempuan di sampingnya. ”Kuharap ini tak akan lama.”
                 ”Berharaplah tentara kita bisa menangkap orang-orang Jepang,” kata
              Dewi Ayu. ”Kita akan ditukar seperti beras dan gula.”
                 Di sepanjang jalan, orang-orang pribumi berjongkok di kiri-kanan
              jalan, memandang orang-orang yang berdesakan di atas truk dengan
              tatapan yang tak bisa ditebak. Tapi beberapa di antara me reka dibuat
              me nangis demi melihat beberapa perempuan Belanda yang mereka
              kenal, dan saputangan mulai melambai-lambai di sela isak tangis. Dewi
              Ayu telah melap air matanya, dan tersenyum me lihat pemandangan
              aneh tersebut. Mereka orang-orang lugu yang baik, sedikit pemalas,

                                           58





        Cantik.indd   58                                                   1/19/12   2:33 PM
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70