Page 69 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 69

”Geledah saja taiku,” kata Dewi Ayu, dalam hati. Ia telah me nelan
              cincin-cincin itu.
                 Penjaranya jauh lebih menjijikkan daripada kandang babi. Dinding
              dan lantainya kotor, bahkan beberapa tampak percikan darah seolah
              pernah ada perkelahian massal dan seseorang dibenturkan kepalanya
              ke sana. Tahanannya melimpah, namun masih kalah banyak dengan
              kutu, kecoa, dan bahkan lintah. Atapnya bocor dan lumut serta ila-
              lang bahkan mulai tumbuh di retakan tembok. Masih ada tikus got
              yang sebesar paha anak kecil, berlarian dengan gila oleh ke da tangan
              manusia, berzig-zag di antara kaki-kaki dan perempuan-perempuan itu
              berlompatan menjerit. Mereka harus menaklukkan itu semua sebelum
              menjadikannya tempat tinggal yang nyaman, be rebutan menemukan
              daerah kekuasaannya sendiri-sendiri dan sesegera membatasinya de-
              ngan kopor, membersihkannya sambil me nangis tersedu-sedu. Dewi
              Ayu memperoleh tempat kecil di tengah sebuah aula, segera menggelar
              matrasnya dan menjadikan kopornya sebagai bantal, ia segera berba-
              ring kelelahan. Ia masih beruntung tak punya ibu atau anak yang mesti
              diurus. Dan ia tak melupakan tablet kina serta beberapa obat lainnya,
              sebab disentri dan malaria tampaknya akan mengancam: bahkan toilet-
              nya tampak tak berfungsi.
                 Sore itu tak ada makanan. Bekal kecil yang mereka bawa sendiri-
              sen diri  telah  habis  untuk  makan  siang.  Seseorang  bertanya  pada
              orang-orang Jepang itu tentang makanan, dan mereka menjawab,
              mungkin besok atau lusa. Malam itu mereka harus kelaparan. Dewi
              Ayu keluar dari aula menuju halaman. Gerbang penjara yang tiga lapis
              itu tak ditutup dan orang boleh berkeliaran ke luar benteng sekadar
              untuk berjalan-jalan. Ketika tadi datang, Dewi Ayu sempat melihat
              beberapa ekor sapi dipelihara. Pemiliknya mungkin para sipir pribumi
              atau petani-petani yang tinggal di delta. Ia telah me ngumpulkan banyak
              lintah ketika membersihkan aula, me num puknya di dalam kaleng bekas
              margarin Blue Band. Ia menemukan salah satu dari sapi-sapi itu tengah
              me rumput, yang paling gemuk. Lintah-lintah itu ia tempelkan di kulit
              sapi, yang hanya menoleh se kilas tanpa merasa terganggu, dan Dewi
              Ayu duduk di sebuah batu menunggu. Ia tahu lintah-lintah tersebut te-
              ngah mengisap darah sapi, dan ketika kenyang, mereka akan berjatuhan

                                           62





        Cantik.indd   62                                                   1/19/12   2:33 PM
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74