Page 73 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 73

ambil jalan yang sama kerasnya, memukul anak-anak itu meskipun
              tak membuat mereka kapok. Orang-orang Jepang sama sekali tak ada
              niat melerai dan menghentikan perkelahian-perkelahian tersebut, dan
              sebaliknya, mereka tampak beberapa kali mencoba memanas-manasi,
              menganggapnya mainan baru.
                 Makanan adalah masalah lain. Jatah yang diberikan sama sekali tak
              mencukupi untuk ribuan tahanan yang berjejalan itu. Mereka hidup
              dengan cara makan ketat yang penuh kelaparan, hanya memperoleh
              bubur beras dengan bumbu garam untuk sarapan. Makan siang hanya
              dengan sayuran yang ditanam sendiri di belakang sel, dan di malam hari
              mereka memperoleh setangkup roti tawar. Tak pernah ada daging, dan
              mereka sendiri telah membuat banyak binatang di dalam Bloedenkamp
              punah. Awalnya tikus menjadi buruan, dan meskipun semula tak se-
              mua orang mau memakannya, lama-kelamaan tikus menjadi buruan
              se mua orang hingga nyaris tak tersisa populasi tikus di dalam delta.
              Setelah tikus lenyap, cicak, dan tokek pun lenyap. Kemudian kodok
              meng hilang. Kadang-kadang anak-anak pergi memancing, tapi karena
              mereka tak diperbolehkan pergi terlalu jauh, mereka seringkali harus
              puas dengan ikan-ikan kecil sebesar kelingking bayi atau anak katak.
              Yang paling mewah adalah jika datang pisang, tapi itu untuk bayi, dan
              orang-orang tua memperebutkan kulitnya.
                 Banyak bayi mulai mati, dan kemudian orang-orang tua. Dan penya-
              kit juga membunuh ibu-ibu muda, anak-anak, gadis-gadis, siapa pun
              bisa mati mendadak. Halaman belakang sel tiba-tiba telah menjadi
              ku buran umum.
                 Waktu itu Dewi Ayu bersahabat dengan seorang gadis bernama Ola
              van Rijk. Ia ditahan bersama ibu dan adiknya. Sebenarnya ia telah
              mengenal mereka sejak lama, sebab ayahnya juga salah seorang pemilik
              perkebunan cokelat itu dan mereka sering berkunjung ke rumahnya,
              atau sebaliknya. Ola dua tahun lebih muda darinya. Sua tu sore ia tiba-
              tiba menemuinya dengan air mata bercucuran.
                 ”Ibuku sekarat,” katanya.
                 Dewi Ayu pergi melihatnya. Tampaknya memang begitu. Nyonya
              van Rijk menderita demam hebat, ia begitu pucat dan menggigil. Sama
              sekali tak ada harapan, sebab obat-obatan telah menghilang. Tapi ia

                                           66





        Cantik.indd   66                                                   1/19/12   2:33 PM
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78