Page 72 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 72

”Mereka lebih galak dari Jepang yang sungguhan,” katanya.
                    Dan mereka ikut tertawa.
                    Tak banyak hiburan yang bisa diperoleh selama di dalam tahanan.
                 Dewi Ayu mengumpulkan beberapa anak kecil, dan naluri calon guru-
                 nya keluar. Ia membuat sekolah kecil di pojok aula yang tak terpakai,
                 mengajari mereka banyak hal: membaca, menulis, berhitung, sejarah,
                 dan geograf . Bahkan di malam hari ia akan mendongeng untuk anak-
                 anak itu. Ia bisa mengulang banyak cerita dalam Alkitab sama baiknya
                 dengan cerita-cerita wayang Ramayana dan Mahabharata yang ia de-
                 ngar dari orang-orang pribumi. Ia juga mengetahui cerita-cerita rakyat,
                 mem baca banyak buku, dan anak-anak menyukainya seolah cerita dari
                 mulutnya tak pernah kering. Ia akan mendongeng sampai waktunya
                 anak-anak itu kembali ke ibu mereka untuk tidur.
                    Untuk urusan sehari-hari, mereka mulai mengatur diri mereka dalam
                 kelompok-kelompok kecil dengan memilih seorang kepala kelompok.
                 Mereka bekerja bergantian, sebab orang-orang Jepang itu menuntut
                 sel-sel harus tetap bersih. Mereka membagi jadwal pe kerjaan: memasak
                 di dapur umum, mengisi bak air, mencuci perkakas, membersihkan ha-
                 lam an, bahkan mengangkuti karung-karung beras dan ketela serta kayu
                 bakar dan hal lainnya dari truk ke dalam gudang. Dewi Ayu terpilih se-
                 bagai ketua kelompok, sebab ia seorang nyonya dan telah cukup dewasa
                 untuk memimpin, dan tak punya siapa pun untuk direpotkan. Selain
                 sekolah kecil yang dibuatnya di pojok aula, ia mencari beberapa teman
                 dan kenalannya: ia menemukan seorang dokter dan di samping sekolah
                 didirikan rumah sakit tanpa ranjang dan tanpa obat-obatan yang me-
                 madai. Beberapa perempuan menuntut pastor, tapi siapa pun tahu itu
                 sulit sebab lelaki berada di tahanan yang berbeda, tapi ia menemukan
                 seorang suster dan baginya itu cukup. ”Selama tak ada yang mau kawin,
                 kita tak butuh pastor,” katanya pasti. ”Tapi kalau cuma khotbah dan
                 meng ajari doa, semua orang bisa melakukannya.”
                    Namun segala sesuatu tak berjalan semanis itu. Anak-anak lelaki
                 kecil, tumbuh jadi lebih liar di dalam tahanan. Mereka bergerombol
                 bersama teman-teman satu blok mereka, kadang-kadang saling menge-
                 jek satu sama lain. Perkelahian anak-anak jadi lebih sering daripada
                 se orang tentara Jepang marah-marah. Ibu-ibu mereka terpaksa meng-

                                              65





        Cantik.indd   65                                                   1/19/12   2:33 PM
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77