Page 76 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 76

”Ya.”
                    ”Oh, Tuhan!” pekik gadis itu, menangis kembali sejadi-jadinya.
                 Dewi Ayu mencoba menenangkan sementara si dokter segera masuk.
                 ”Tak apa,” kata Dewi Ayu pada si gadis, ”anggap saja aku buang tai le-
                 wat lubang depan.” Tapi masalahnya tidak sesederhana itu, ternyata. Si
                 gadis Ola tak bisa mengatakannya dalam keadaan hati yang ter guncang,
                 tapi dokter segera bisa memastikan.
                    ”Perempuan ini sudah mati,” kata si dokter, pendek dan me nya-
                 kitkan.
                    Sejak itu mereka tinggal bertiga: Dewi Ayu, Ola dan si kecil Gerda
                 yang berumur sembilan tahun, seperti sebuah keluarga. Ayah me reka,
                 Ola dan Gerda, pergi berperang dalam wajib militer yang sama sebagai-
                 mana Ted. Belum ada kabar apakah ia masih hidup, tertawan atau mati.
                 Paskah dan Natal pertama mereka di kamp kemudian telah lewat, tanpa
                 telur dan pohon cemara, dan lilin bah kan telah habis. Mereka mencoba
                 bertahan bersama, saling menghibur, menghadapi satu-satunya ancam-
                 an serius yang bisa datang kapan saja: penyakit dan kematian. Dewi
                 Ayu melarang si kecil Gerda untuk mencuri apa pun dari siapa pun,
                 sebagaimana banyak dilakukan anak-anak lainnya. Ia mencoba terus
                 me mutar otaknya untuk memecahkan masalah makanan mereka tiap
                 hari. Lintah-lintah telah menghilang dan sapi-sapi para sipir pun tak
                 lagi berkeliaran di sekitar delta.
                    Suatu hari Dewi Ayu melihat seekor anak buaya di ujung delta, ia
                 tahu yang perlu dihindari dari seekor buaya di darat hanyalah ekor-
                 nya, maka dengan sebuah batu besar ia menghantam kepala buaya
                 itu. Matanya pecah tapi tidak cukup untuk membunuhnya. Binatang
                 ma lang itu menggelepar dan mulai mengibaskan ekornya ke sana-
                 kemari, bergerak menuju sungai. Dengan sebuah bambu runcing tempat
                 menambatkan tali perahu, Dewi Ayu dengan satu kenekatan yang ia
                 sendiri tak bayangkan membunuh anak buaya itu dengan menusuk
                 mata nya yang satu lagi, dan kemudian perutnya. Ia mati setelah sekarat
                 yang menyedihkan. Sebelum ibu dan teman-temannya datang, Dewi
                 Ayu menyeret anak buaya itu ke dalam kamp dengan memegang ekor-
                 nya. Kini mereka bisa pesta, sup daging buaya. Banyak orang memuji
                 keberaniannya dan berterima kasih telah berbagi.

                                              69





        Cantik.indd   69                                                   1/19/12   2:33 PM
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81