Page 75 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 75

Tangannya menerobos masuk dan Dewi Ayu sedikit terkejut, tapi
              tangan lelaki itu telah menggenggam dada kirinya, dan sejak itu gerak an-
              nya jauh lebih cepat. Sang Komandan melepas kancing gaun Dewi Ayu
              secepat ia memeriksa jumlah pasukan, meremas dadanya, dan menciumi
              lehernya penuh berahi. Gerakannya memperlihatkan sejenis nafsu yang
              rakus, tangannya merayap ke sana-kemari seolah ia menyesali kenapa
              dilahirkan hanya dengan dua tangan.
                 ”Cepatlah, Komandan, jika tidak perempuan itu segera mati.”
                 Sang Komandan tampaknya sepakat dengan gagasan itu dan tanpa
              berkata apa-apa segera menarik Dewi Ayu, mengangkat dan memba-
              ring kannya di atas meja setelah menyingkirkan gelas kopi dan radio.
              Dengan cepat menelanjangi gadis itu, dan menelanjangi dirinya sen-
              diri, lalu melompat ke atas meja seperti seekor kucing mengincar ikan
              di meja makan. Ia menjatuhkan dirinya di tubuh Dewi Ayu. ”Jangan
              lupa, Komandan, obat dan dokter,” katanya meyakinkan. ”Ya, obat
              dan dokter,” jawab Sang Komandan. Kemudian orang Jepang itu mulai
              menyerangnya dengan ganas, langsung tanpa basa-basi, sementara Dewi
              Ayu memejamkan matanya, sebab ba gai manapun ini kali pertama se-
              orang lelaki menyetubuhinya: ia agak sedikit menggigil namun bertahan
              melewati horor tersebut. Ke nya taannya ia tak bisa sungguh-sungguh
              me mejamkan matanya, karena Sang Komandan menggoncang tubuh-
              nya demikian liar, bokongnya terus menghantam tanpa henti, meng-
              goyangnya pula ke kiri ke kanan. Satu-satunya yang terus ia lakukan
              adalah menghindar jika lelaki itu mau mencium bibirnya. Permainan
              itu berakhir dalam satu ledakan dan Sang Komandan terguling ke sam-
              ping tubuh Dewi Ayu, terkapar dengan napas tuanya yang putus-putus.
                 ”Bagaimana, Komandan?” tanya Dewi Ayu.
                 ”Mengagumkan, seperti diguncang gempa,” jawabnya.
                 ”Maksudku obat dan dokter.”
                 Ia memperoleh seorang dokter lima menit kemudian, seorang dok-
              ter pribumi dengan kaca mata bulat dan sikap yang lembut. Dewi Ayu
              senang memperoleh dokter semacam itu, dan bersyukur tak perlu terlalu
              banyak berurusan dengan orang-orang Jepang lagi. Ia membawanya ke
              sel tempat keluarga van Rijk tinggal dan di pintu ia bertemu dengan
              Ola yang langsung bertanya kepadanya, ”Kau melakukan itu?”

                                           68





        Cantik.indd   68                                                   1/19/12   2:33 PM
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80