Page 66 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 66
dan penurut. Dewi Ayu mengenal beberapa di antaranya, sebab ia
sering menghilang dari rumah untuk masuk ke gubuk-gubuk mereka.
Orang-orang pribumi sering mendongenginya banyak cerita, tentang
wayang dan buta, dan ia suka karena mereka doyan tertawa. Ia sering
ber dandan menirukan perempuan-perempuan itu, dengan sarung yang
melilit ketat dan kebaya serta rambut di sanggul, sebagaimana dilakukan
neneknya. Sebagian besar yang ia kenal bekerja di perkebunan cokelat
milik kakeknya. Mereka begitu miskin, hanya boleh nonton bioskop
dari belakang layar dengan gam bar terbalik, dan tak pernah ada di
rumah bola atau kamar dansa, kecuali untuk menyapu. ”Lihatlah,”
kata nya pada perempuan di sampingnya itu. ”Mereka dibuat bingung
oleh dua negeri asing yang berperang di atas tanah mereka.”
Perjalanan itu terasa panjang, menuju penjara di daerah pantai ba rat,
di sebuah delta anak Sungai Rengganis. Sebelum ini penjara itu diisi para
kriminal berat: pembunuh dan pemerkosa, dan tahanan poli tik pemerin-
tah kolonial, sebagian besar orang-orang Komunis sebelum dibuang ke
Boven Digoel. Mereka dipanggang di bawah terik matahari tropis, tanpa
payung dan tanpa minum. Di tengah perjalanan truk berhenti, bukan
untuk mereka. Orang-orang itu tak memperoleh apa pun, makanan atau
minum, kecuali truk yang memperoleh air bagi radiatornya.
Dewi Ayu, yang lelah membungkuk memandangi jalanan, berbalik
dan menyandarkan punggungnya ke dinding truk, dan seketika ia
me nya dari beberapa perempuan di atas truk itu ia kenal dengan baik.
Beberapa tetangganya, dan beberapa yang lain bahkan teman-teman
sekolahnya. Mereka memiliki kehidupan sosial yang cukup akrab. Jika
kau anak-anak, kau akan bertemu nyaris setiap sore di teluk untuk be-
re nang. Jika kau telah remaja, kau akan bertemu di kamar dansa atau
bioskop dan komidi. Jika kau orang dewasa, kalian akan bertemu di
ru mah bola. Dewi Ayu mengenali beberapa teman be renangnya, sese-
gera mengenali teman-teman dansanya. Mereka melempar senyum satu
sama lain, terasa pahit, dan salah satu di antara mereka dengan konyol
bertanya kepadanya, ”Apa kabar?”
Dengan penuh keyakinan Dewi Ayu menjawab, ”Buruk. Kita sedang
menuju kamp tahanan.”
Itu cukup untuk membuat mereka bisa sedikit tertawa.
59
Cantik.indd 59 1/19/12 2:33 PM