Page 236 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 236
a yu Utami
kebanggaan menjadi anggota korps. Padahal pastornya mem-
beri rekomendasi agar aku bisa masuk sekolah mereka yang
bermutu dengan bayar murah. Pantas ibuku marah sekali.
“Kasihan sebetulnya ibuku,” aku menggumam. Itulah un-
tuk pertama kalinya aku melihat ibuku dengan cara lain.
Kesedihannya akan kematian Sanda begitu tak tertahankan.
Bahkan gereja dengan cahaya cantik, lukisan yang indah, dan
lagu-lagu merdu pun telah menjadi terlalu berjarak untuk
menyentuh penderitaannya yang sendiri. Manusia mem-
butuhkan sapaan yang lebih intim...
...seperti ketukan Pemuda Khasiar pada pintu yang tepat.
ah, tak ada yang salah pada pemuda necis itu. Kesedihanlah
yang tak bisa diukur.
“Selamat ulang tahun, Sayang!”
Jam telah menunjukkan pukul 00.00.
“lantas, apa yang istimewa di tahun 2008 ini?” ia ber-
tanya.
aku sedang sendu, teringat Ibu.
Karena aku tak menyahut juga, ia menjawab sendiri.
“Bagaimana kalau ini... Pada tahun ini aku bertanya kepada
kamu: bagaimana kalau suatu hari kita menikah? Maksudku
me nikah gereja saja. Tak usah menikah dalam catatan negara.
aku tak setuju dengan hukum perkawinan Indonesia.”
“Untuk apa? Kita sudah hidup bahagia. Dan kamu mau
memperjuangkan pembebasan bagi perempuan dari tekanan
untuk menikah.”
“Memang. Memang tidak perlu sesungguhnya.”
“lagi pula, apa itu tidak mengkhianati cita-citamu sen-
diri?”
“Kalau dilihat sepintas akan tampak begitu. Tapi kalau
230
Enrico_koreksi2.indd 230 1/24/12 3:03:57 PM