Page 237 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 237
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
dilihat lebih dalam sebetulnya tidak.” Ia menerawang ke atas
sebentar, seperti biasa kalau ia mau mengatakan sesuatu yang
dianggapnya serius. “Semua yang kukritik mengenai per-
kawinan bersumber dari satu hal. Yaitu, tidak setaranya relasi
antara perempuan dan lelaki. Di luar perkawinan, pe rempuan
mendapat tekanan sangat besar untuk menikah. Tapi, di dalam
perkawinan, ia ditempatkan dalam posisi subordinat. lelaki
menjadi pemimpin.
“nah, kalau relasi seperti itu diubah, maka sesungguhnya
aku tak punya keberatan lagi pada perkawinan. Pertama,
perkawinan harus merupakan pilihan bebas, bukan tekanan
masyarakat apalagi kewajiban. Hanya dengan itu perkawinan
menjadi murni dan sesungguhnya. Kedua, bentuk relasi di
antara suami dan istri harus merupakan pilihan suami dan
istri itu sendiri. Tak boleh ada institusi di luar kedua pribadi
itu yang menentukan bentuk hubungan. Kalau yang menikah
ingin lelaki jadi kepala keluarga, silakan. Tapi kalau mereka
menginginkan lain, itu harus dimungkinkan. Dan itu harus
keputusan kedua pihak itu sendiri.”
“Setuju. Jadi, kenapa kita harus menikah? Kan kita sudah
menjalani semua itu dengan pilihan bebas?”
“Memang. Tapi aku ternyata baru tahu bahwa dalam
hukum perkawinan Katolik tidak ada itu ayat yang me nya -
ta kan suami menjadi kepala keluarga atau pemimpin ke-
luar ga. aku baru beli Kitab Kanonik-nya. Di sana hanya ditu-
lis bahwa perkawinan adalah perikatan di antara lelaki dan
perempuan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik kem-
ba li. Keduanya mendapatkan tanggung jawab yang sama. Titik.
Bentuk tanggung jawabnya silakan putuskan sendiri-sendiri
berdasarkan talenta masing-masing.”
231
Enrico_koreksi2.indd 231 1/24/12 3:03:57 PM