Page 76 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 76
a yu Utami
pada hewan itu.
aku merawat Eppo dengan senang hati. Begitu namanya,
sebab itulah kalimat pertamanya: eppo. Makanannya adalah
pisang, serta nasi yang dicampur batu bata dan cabe merah.
Ia sangat menurut padaku, juga untuk dimandikan di luar
kandang. Ia bisa makan dari tanganku. ayah menggantung
kan dangnya di belakang rumah. Katanya, agar Eppo bisa ber-
komunikasi dengan ayam-ayam kami. Kegembiraanku mem-
buat anak-anak tangsi tahu bahwa aku mempunyai seekor
beo, burung yang sangat mewah di masa itu. Hanya orang kaya
yang bisa membelinya. Tentulah aku bercerita pada mereka,
tanpa tahu betul bahwa itu burung mahal. Jika anak-anak
tahu, maka ibu-ibu mereka pasti tahu. Jika ibu-ibu mereka
tahu, suami-suami mereka akan tahu juga. Proses itulah yang
aku tidak tahu.
Suatu hari, sepulang sekolah, aku tak menemukan lagi
kan dang Eppo. Kait yang terpasang di para-para masih
ada, tapi tempat itu kosong. ayah tidak ada. Yang ada hanya
Ibu. Ibu menjawab aku, “Burung beonya sudah diberikan
kepada Pak Komandan. Tak apa ya? Itu burung mahal, jadi
perawatannya juga mahal. Biar keluarga Pak Komandan saja
yang merawatnya.”
aku tidak terima dengan alasan itu. Sebab aku yang me-
rawatnya dan Eppo tidak makan daging atau ikan yang mahal-
mahal itu. Tapi aku tahu bahwa semarah apapun aku, Eppo
tidak akan kembali. Tanpa kata setiap anak tangsi tahu apa
arti Komandan. Tapi aku mengarahkan kekecewaanku pada
yang memberi kabar, yaitu Ibu.
Dulu, ketika aku lebih kecil lagi, ayah pernah pulang mem-
bawa sebuah kotak. Ia menaruh kardus itu di atas lemari yang
70
Enrico_koreksi2.indd 70 1/24/12 3:03:53 PM