Page 16 - E-MODUL_Pendidikan Matematika di Kelas Rendah
P. 16
BAB IV Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Topik 3. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Setelah mempelajari topik ini:
1. Mahasiswa dapat menguasai teori Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI)
2. Mahasiswa dapat menggali dan memberi contoh penerapan PMRI dalam
pembelajaran matematika di SD.
1. Konsep PMRI
PMRI diadaptasi dari Realistics Mathematic Education (RME) yang
dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal (dalam Sutarto Hadi,
2003) yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan
harus dikaitkan dengan realitas kehidupan. Selanjutnya, Armanto (2008)
menyatakan bahwa penerapan PMR di Indonesia sangat sesuai dengan amanah
KTSP, yaitu: (1) dalam setiap kesempatan pembelajaran dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (kontekstual); (2) melalui
masalah kontekstual, secara bertahap siswa dibimbing menguasai konsep materi
pelajaran; (3) pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus pembelajaran,
mencangkup masalah tertutup (masalah dengan solusi tunggal), masalah
terbuka (masalah dengan solusi tidak tunggal dan memiliki berbagai cara
penyelesaian).
2. Prinsip PMRI
Menurut Gravemeijer (dalam Supinah dan Agus D.W, 2009) ada tiga prinsip
kunci RME, yaitu:
a. Guided re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang
Dalam melaksanakan pembelajaran, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan matematisasi dengan masalah kontekstual
yang realistik bagi siswa. Siswa didorong untuk aktif bekerja sehingga dapat
membangun sendiri pengetahuannya. Hal ini berarti, pembelajaran dimulai
dengan memberikan masalah konstekstual atau real/nyata bagi siswa,
selanjutnya dengan melakukan aktivitas diharapkan siswa dapat
menemukan sifat, definisi, teorema, ataupun aturan lainnya oleh siswa
sendiri.
b. Didacdical Phenomenology atau Fenomena Didaktik
Pembelajaran matematika yang selama ini cenderung sebagai ajang
memberi informasi kepada siswa, perlu diubah dengan menjadikan
masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran. Dalam
memecahkan masalah itu, siswa diberikan kesempatan untuk
memecahkannya dengan caranya sendiri melalui matematisasi horizontal
dan matematisasi vertikal. Menurut De Lange, proses matematisasi
horizontal antara lain meliputi langkah-langkah informal yang dilakukan
siswa dalam menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model,
membuat skema, menemukan hubungan, dan lain-lain. Matematika vertikal
antara lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu
formula (rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model,
merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya.
12