Page 179 - PDF Compressor
P. 179

materi  pengisahan  bisa  diurutkan  melalui  percakapan  yang  direkam,
                     meskipun sebagian mungkin tidak didapat dari sumber aslinya. Melalui
                     percakapan pula, disiratkan karakter para pelaku yang terlibat, sekaligus
                     diterangkan mengapa suatu peristiwa terjadi. Selanjutnya, penafsiran dan
                     kesimpulan  ia  serahkan  kepada  pembaca  yang  telah  menyimak  dialog
                     tokoh-tokoh berita tersebut.
                            Selanjutnya,  ketiga  perspektif  orang  ketiga;  dengan  alat  ini,
                     jurnalis tidak hanya menjadi si pelapor, ia bahkan kerap menjadi tokoh
                     berita. Ia bisa menjadi orang di sekitar tokoh, karena ia harus berperan
                     menjadi  pelapor  yang  tahu  jalannya  peristiwa.  Keempat  Penempatan
                     detail;  semua  hal  dicatat  secara  terperinci,  yaitu  perilaku,  adat  istiadat,
                     kebiasaan,  gaya  hidup,  pakaian,  perjalanan  wisata,  hubungan  dengan
                     teman  sebaya,  atasan,  bawahan,  dan  pandangan-pandangan  lain  yang
                     bersifat sekilas seperti pose, gaya jalan, dan berbagai simbol lain. Hal ini
                     merepresentasikan dasar pikiran dan perilaku, ekspresi, sampai harapan
                     manusia dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata
                     lain,  alat  ini  memberi  pembaca  suatu  deskripsi  sosial,  memotret  latar
                     belakang kehidupan seseorang, mencatat lambang-lambang sosial.
                            Seiring  perkembangan  zaman,  prinsip  jurnalisme  sastra  juga
                     mengalami perkembangan. Hal ini dirangkum oleh Farid Gaban (dalam
                     Santana,2008), berdasarkan referensi mutakhir mengenai perkembangan
                     Jurnalisme Sastra di dunia, yakni:
                            Pertama Akurasi; Jurnalisme Sastra memperkokoh kekuatan fakta
                     dalam  penulisan  nonfiksi  dan  tak  mau  disalahartikan  sebagai  fiksi
                     dengan  menulis  ulang  peristiwa,  suasana,  dan  dialog  secara  akurat,
                     melalui  riset  dan  wawancara.  Penulis  tak  bisa  merekayasa  dialog  atau
                     kutipan, tidak boleh menciptakan tokoh rekaan.
                            Kedua  Keterlibatan;    keterlibatan  (immersion)  memandu  reporter
                     untuk menyajikan detail yang merupakan kunci untuk menggugah emosi
                     pembaca.  Penulis  yang  mampu  ‘menceburkan  diri’  ke  dalam  subyek
                     berita,  menggalinya,  dan  melaporkan  kehidupan  nyata  secara  spesifik,
                     memberi kesan lebih kredibel dan otoritatif.
                            Ketiga Struktur; menggunakan teknik seperti yang dikenal dalam
                     penulisan fiksi: suspens, kilas balik, bahkan pengutaraan orang pertama
                     (aku)  yang  sangat  dihindari  penulis  jurnalisme  lama.  Intinya  adalah
                     menggelar suasana, merancang irama dan memberikan impact yang kuat
                     kepada pembaca.
                            Keempat  Suara;  artinya  posisi  penulis  sebagai  orang  pertama
                     (aku)  sebagai  pengamat  yang  berjarak  atau  melebur  dan  tak  berjarak
                     dengan  subyek  laporannya.  Seperti  melaporkan  peristiwa  sekaligus
                     memberikan komentar kepada pembaca.
                                                       177
   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183   184