Page 177 - PDF Compressor
P. 177
berbohong pada satu orang, kita akan kehilangan kepercayaan dari satu
orang itu. Jika seorang wartawan berbohong terhadap pembacanya,
pendengarnya, atau penontonnya menggunakan media massa, maka ia
akan kehilangan kepercayaan dari pembacanya, pendengarnya, atau
penontonnya. Hal itu jelas merugikan tidak hanya bagi diri wartawan,
tetapi juga bagi media massa tempat bekerjanya atau bahkan bagi profesi
kewartawanan dan seluruh media massa yang ada.
Ketiga, wartawan harus mewaspadai fiksionalitas. Karena tulisan
berbentuk jurnalisme sastra bernuansa sastra, sehingga aspek fiksi
dimungkinkan menjebak dan menggiring wartawan untuk mereka-reka
adegan, peristiwa, bahkan karakter pemeran. Oleh karena itu, wartawan
harus tetap waspada. Ia harus berhindar dari kesengajaan
mengkombinasi atau memperbaiki adegan demi adegan, mengagregasi
karakter, memoles kutipan, atau mengubah keaslian materi liputan secara
berlebihan, sehingga terkesan mengada-ada. Wartawan harus tetap
menunjukkan pembeda antara jurnalisme sastra dengan karya sastra
yang notabene mengandung fiksionalitas yang tingggi, sedangkan
jurnalisme sastra memliliki landasan fakta.
Keempat, wartawan harus menjaga hubungan dengan sumber
berita atau nara sumber. Otentikitas nilai informasi dalam jurnalisme
sastra tetap merupakan hal yang pokok, sehingga wartawan harus benar-
benar mendapatkan keterangan atau informasi dari sumber yang layak
dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, wartawan
harus pandai memilah dan memilih nara sumber, sehingga menghasilkan
informasi yang otentik, sekaligus ketika menyajikan informasi dalam
jurnalisme sastra pun harus seotenktik mungkin karena hal itu pun
menyangkut kepercayaan narasumber. Narasumber pun akan bertindak
seperti dewan juri. Ia akan menilai karya jurnalisme sastra wartawan.
Selain itu, wartawan pun harus menjaga kepercayaan narasumber, jika
dari mereka ada permohonan yang disepakati bersama, terkait dengan
beberapa hal yang harus dirahasiakan, misalnya, narasumber
menyatakan off the record dan lain sebagainya, maka wartawan harus
komit dengan kesepakatan itu.
Kelima, wartawan harus fokus pada peristiwa. Penulisan jurnalisme
sastra pada intinya melaporkan peristiwa dengan teknik penyajian model
menulis karya sastra. Artinya, inti dari jurnalisme sastra adalah peristiwa.
Oleh karena itu, wartawan ketika menyajikan jurnalisme sastra harus
fokus pada peristiwa. Bahkan, kalau bisa hanya satu peristiwa. Jika
ditemukan banyak peristiwa, tentu harus peristiwa yang berkaitan yang
muaranya tetap pada peristiwa utama. Oleh karena itu, jurnalisme sastra
dimungkinkan dibuat bersambung, seperting cerbung (cerita
175