Page 175 - PDF Compressor
P. 175

Ketiga  pandangan  orang  ketiga.  Dalam  jurnalisme  sastra,
                     wartawan  tidak  hanya  bertindak  sebagai  orang  yang  melaporkan
                     peristiwa, tetapi bisa juga menjadi tokoh ketiga dalam laporan berita. Ia
                     bisa menjadi orang di sekitar tokoh, sehingga ia harus berperan menjadi
                     pelapor  yang  tahu  jalan  cerita  dalam  berita.  Pemeran  lainnya  pun  bisa
                     muncul  dari  orang  yang  diajak  berdialog  atau  diwawancara,  misalnya,
                     saksi mata di TKP (tempat kejadian perkara). Dalam pelaporan jurnalisme
                     sastra,  sudut  pandang  tidak  hanya  satu,  tetapi  bisa  sampai  tiga.  Orang
                     ketiga bisa jadi tokoh utama dalam berita, tetapi bisa juga sebagai orang
                     yang berada di sekitar kejadian dan tengah melaporkan hasil pengamatan
                     jurnalistik.
                          Keempat pencatatan semua peristiwa. Semua hal yang terjadi dalam
                     peristiwa  itu  dicatat  dengan  terperinci;  yaitu  perilaku,  adat  istiadat
                     kebiasaan,  gaya  hidup,  pakaian,  dekorasi  rumah,  perjalanan  wisata,
                     makanan  dan  lain-lain.  Jurnalisme  diharuskan  untuk  lebih  merilkan
                     realitas  peristiwa-berita  dan  dengan  kesungguhan  menampilkan
                     kenyataan yang murni dalam pelbagai segi.
                            Jurnalisme sastra dalam ajaran gerakan  New Journalism, menurut
                     Bandel  (2013)    mempunyai  ciri-ciri  sebagai  berikut  :  1.  Bentuk  tulisan
                     adalah rangkaian adegan yang dilengkapi dengan latar dan alur cerita; 2.
                     Ada  reproduksi  dialog  secara  langsung;  3.  Narasi  menggunakan  sudut
                     pandang salah satu tokoh; 4. Ada penjelasan detail mengenai penampilan
                     tokoh  atau  latar;  5.  Sekalipun  jurnalisme  sastra  berbentuk  mirip  fiksi,
                     perlu  tetap  diperhatikan  bahwa  penulisannya  tetap  didasarkan  pada
                     bahasa  baku;  6.  Bagaimanapun  juga  jurnalisme  sastra  tetap  menjadi
                     bagian dari jurnalistik.
                            Hal tersebut menunjukkan bahwa jurnalisme sastra tidak pernah
                     meninggalkan  ruh  jurnalitiknya  maupun  ruh  sastranya.  Keduanya
                     merupakan  perpaduan  yang  sinergis,  sehingga  penulisnya  pun  harus
                     memiliki  kemampuan  biliskill.  Ia  tahu,  paham,  dan  pandai  menulis
                     laporan jurnalistik, tetapi juga harus tahu, paham, dan terbiasa menulis
                     sebuah  karya  sastra.  Sosok  penulis  seperti  inilah  yang  sulit  dicari,
                     sehingga karya jurnalisme sastra merupakan karya yang langkah.
                            Dalam  pandangan  Farid  Gaban  (dalam  Santana,2008),  karya
                     jurnalisme sastra harus memenuhi elemen penting, yakni:
                            a.  Akurasi, membuat penulis kredibel.
                            b.  Keterlibatan, memadu reporter untuk menyajikan detail yang
                                merupakan kunci untuk menggugah emosi pembaca.
                            c.  Struktur,   tulisan   harus   mampu  menggelar       suasana,
                                merancang irama  dan memberikan  impact  yang kuat kepada
                                pembaca.
                                                       173
   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180