Page 178 - PDF Compressor
P. 178

bersambung)  atau  cerita  berseri.  Hal  itu  dilakukan  karena  wartawan
                     menemukan peristiwa yang banyak.
                          Keenam, wartawan harus menyajikan tulisan yang akrab, informal,
                     dan  logis.  Jurnalisme  sastra  adalah  laporan  sederhana,  sehingga  harus
                     menggunakan  bahasa  yang  sederhana.  Dalam  konteks  ini,  yang
                     dimaksud  bahasa  sederhana  adalah  bahasa  yang  biasa  digunakan  oleh
                     pembaca dalam kehidupan sehari-hari, tidak terjebak pada bahasa yang
                     terlalu  ‚tinggi‛  atau  bahasa  yang  terlalu  ilmiah,  sehingga  gampang
                     dipahami  oleh  pembaca.  Bahasa  sederhana  pun  dapat  melahirkan
                     suasana yang informal, sehingga tidak kaku, tetapi dinamis, taktis, dan
                     mengandung nilai estetis yang tinggi. Pembaca tidak hanya dipahamkan,
                     tetapi  juga  dibawa  pada  nilai  rasa  dan  penghayatan  emosi  yang
                     mendalam, sehingga aspek hiburannya ada. Namun juga, wartawan tetap
                     harus  menjaga  tingkat  kelogisan,  kendati  tipis  karena  berbaur  dengan
                     gaya bahasa sastra. Kelogis tetap harus tergambar karena yang disajikan
                     kepada pembaca adalah fakta.
                          Ketujuh, wartawan harus melibatkan pembaca seolah berperan serta
                     dalam  peristiwa.  Pembaca  tidak  diposisikan  statis,  hanya  sebagai
                     penerima  informasi,  tetapi  juga  harus  disetting  ikut  serta.  Dalam  hal
                     inilah,  wartawan  harus  cermat  mencari  aspek  kesamaan  dari  suatu
                     peristiwa dengan aspek lingkungan yang ada di sekitar pembaca. Bahwa
                     peristiwa  itu,  misalnya,  tidak  hanya  akan  terjadi  di  tempat  lain,  tapi
                     sangat  memungkinkan  terjadi  juga  di  lingkungan  pembaca,  sehingga
                     pembaca pun dituntut waspada dan ikut memilikirkan solusi bagaimana
                     jika terjadi di lingkungan mereka.
                          Kedelapan, wartawan harus pandai menggabungkan narasi primer
                     dan narasi simpangan. Yang dimaksud narasi primer adalah kisah utama,
                     sedangkan  narasi  simpangan  adalah  kisah  pendukung  yang  akan
                     melengkapi laporan. Kedua peristiwa itu harus diramu dalam sajian yang
                     saling melengkapi, sehingga informasi yang disajikan lengkap.
                          Kesembilan,  wartawan  harus  mewaspadai  dominasi  opini.
                     Jurnalisme  sastra  adalah  varian  dari  karya  jurnalistik,  sehingga  lebih
                     banyak masuk pada wilayah berita yang landasannya fakta. Oleh karena
                     itu,  kata-kata  yang  menunjukkan  opini  dari  wartawan  sebisa  mungkin
                     dihindari.  Seandainya  wartawan  pun  akan  menitipkan  pesan  bagi
                     pembaca,  biasanya  di  akhir  tulisan,  gunakanlah  narasumber  sebagai
                     corong.
                            Wolfe  (dalam  Harsono  dkk,  2005)  menguraikan  empat  prinsip
                     standar  dalam  Jurnalisme  Sastra.  Pertama  Adegan  ;  menyajikan  scene
                     peristiwa-demi-peristiwa-berita  dalam  urutan  yang  membuat  pembaca
                     seakan  berada  di  lokasi  ketika  kejadian  berlangsung.  Kedua  Dialog  ;
                                                       176
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183