Page 187 - PDF Compressor
P. 187

berpeluang  60%  lebih  tinggi  menemui  kematian  pada  usia  dini  dibandingkan
                     orang-orang yang berperilaku sebaliknya; ramah, suka berteman, dan berbicara
                     tenang.
                            Realitas itu, bagi umat Islam sudah merupakan keyakinan dan kewajiban
                     yang  harus  dilaksanakan  karena  tidak  hanya  Sabda  Rasulullah,  sejumlah  ayat
                     dalam  Al-Quran  pun  dengan  tegas  menyuratkan  pentingnya  memupuk  tali
                     silaturahim. Allah Swt sangat tidak menyukai umat manusia yang bercerai berai
                     dan  memerintahkan  untuk  tetap  menjalin  kesatuan  yang  harmonis  melalui
                     silaturahmi (Ali-Imran:101-103).
                            Dalam konteks ini, yang harus menjadi catatan besar dalam pelaksanaan
                     Halal  bil  Halal  adalah  menjauhkan  diri  dari  sikap  ”etnosentrisme”.  Halal  bil
                     Halal tidak hanya diperuntukan kelompok-kelompok ekslusif, misalnya, kelompok
                     pejabat,  kelompok  pengusaha,  atau  kelompok-kelompok  lainnya  yang  memupuk
                     silaturahim  di  antara  mereka  saja,  tetapi  memutuskan  silaturahim  dengan
                     kelompok lain. Karena Allah pun tidak menyukai sikap membeda-bedakan. Islam
                     mengajarkan  bahwa  semua  muslim  saudara;  semua  manusia  sama,  lahir  dari
                     ”rahim”  Adam  dan  Hawa.  Perbedaan  yang  selama  ini  ada  justru  sengaja
                     diciptakan  agar  manusia  saling  mengenal;  bersilaturahim.  K.H.  Abdullah
                     Gymnastyar mengibaratkan perbedaan itu musik. Musik menjadi indah dan asik
                     karena alat dan suara yang berbeda.
                            Dalam  perspektif  komunikasi  budaya,  manusia  yang  akan  berhasil
                     mengarungi kehidupan di dunia ini adalah manusia antar-budaya. Gudykunst &
                     Kim  (1984)  menyebutkan,  manusia  antar-budaya  adalah  orang  yang  telah
                     memcapai  tingkat  tinggi  dalam  proses  antarbudaya  yang  kognisi,  afeksi,  dan
                     perilakunya  tidak  terbatas,  tetapi  terus  berkembang  melewati  parameter-
                     parameter  psikologis  suatu  budaya.  Ia  memiliki  kepekaan  budaya  yang  berkait
                     erat dengan kemampuan berempati terhadap budaya tersebut.
                            Manusia  seperti  itu,  dalam  istilah  Adler  (1982)  adalah  manusia
                     multibudaya, yakni orang yang identitas dan loyalitasnya melewati batas-batas
                     kebangsaan  dan  yang  komitmennya  bertaut  dengan  suatu  pandangan  bahwa
                     dunia adalah suatu komunitas global; ia adalah orang yang secara intelektual dan
                     emosional  terikat  pada  kesatuan  fundamental  semua  manusia  yang  pada  saat
                     yang  sama  mengakui,  menerima,  dan  menghargai  perbedaan-perbedaan
                     mendasar antara orang-orang yang berbeda budaya.
                            Manusia  multibudaya  seperti  itu  sangat  tepat  hidup  dalam  karakter
                     masyarakat  Indonesia  yang  majemukitas,  termasuk  pada  karakter  Masyarakat
                     Muslim  Indonesia.  Berbagai  kreativitas  yang  unik  dan  menarik  dalam
                     mengiringi ritual Islami yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik masing-
                     masing  budaya  akan  terpupuk  dan  terus  hidup  jika  Muslim  Indonesia
                     berkarakter  multibudaya.  Kegiatan-kegiatan  yang  bernuansa  dan  bermakna
                     silaturahim, seperti Halal bil Halal, akan menjadi agenda unggulan.
                                                       185
   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192