Page 188 - PDF Compressor
P. 188

Perbedaan raka’at Shalat Tarawih tidak akan lagi menjadi perbincangan
                     sengit.  Perbedaan  penentuan  Hari  Raya  Idulfitri  tidak  lagi  mejadi  bahan
                     ”percekcokan”. Semua berjalan dengan indah berbumbu bunga silaturahim tanpa
                     pamrih, tanpa membedakan antara si kaya-si miskin, atasan-bawahan, golongan
                     x golongan y, semua terikat dalam satu din: agama Allah. ***


                            Sebagai  bentuk  tulisan  yang  kreatif,  feature  pun  memiliki
                     karakteristik,  di  antaranya:  Faktual  :  Feature  adalah  tulisan  jurnalistik,
                     sehingga  harus berdasarkan fakta, bukan fiksi;  Menerangkan masalah,
                     bukan  melaporkan  dengan  segera:  Tulisan  feature  tidak  harus
                     menggunakan  struktur  piramida  terbalik  layaknya  berita,  tetapi
                     menggunakan  struktur  piramida  normal  dan  kronologis;  Tahan  waktu,
                     tidak  basi  karena  mengungkapkan  ‚berita  di  balik  berita‛  atau
                     menonjolkan suatu hal yang belum terungkap seutuhnya dalam tulisan
                     sebuah  berita;  Tulisan  feature  memberikan  penekanan  pada  fakta-fakta
                     yang  dianggap  mampu  menggugah  emosi-menghibur,  memunculkan
                     empati dan keharuan; Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi.
                     Penulisan  feature  pada  dasarnya  bercerita  atau  bertutur  secara  tulisan;
                     Menggunakan  lead  atraktif,  sehingga    menarik  perhatian  dengan  gaya
                     penulisan cerita fiksi.


                            Contoh feature faktual  :

                                          Penyimbolan Pakaian Sunda
                                              Oleh : Mahi M. Hikmat

                            Salah  satu  “program,”  unggulan  yang  fenomenal  dari  Walikota
                     Bandung:   Ridwan    Kamil   dalam   Singgasana    Wastukencana   adalah
                     menghidupkan kembali Ki Sunda di antara  kian centang perenangnya Budaya
                     Sunda.  Hal  itu  sevisi  dengan  perjuangan  sejumlah  tokoh  Sunda  yang  selalu
                     konsisten meneriakkan lugai-lah Ki Sunda; der geura  tarung makalangan, dan
                     banyak lagi jargon-jargon lainnya untuk membakar semangat Ki Sunda.
                            Kendati  terkesan  pragmatis,  seolah  berorientasi  pada  pencapaian
                     kekuasaan.  Namun,  inilah  realitas  kekinian,  menggantungkan  asa  dan
                     mengibarkan  visi tidak cukup hanya berbekal semangat. Menjadi penguasa lebih
                     memiliki  aksebilitas  untuk  mengubah  “apapun”,  terlebih  menularkan  visi
                     memupuk  kembali  semangat  budaya  yang  nyaris  punah.  Jika  Budaya  Sunda
                     ingin  tetap  hidup,  Ki  Sunda  harus  tetap  manggung;  makalangan  minimal  di
                     lembur sorangan.
                                                       186
   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192   193