Page 63 - PDF Compressor
P. 63

nyai kelaziman. Jadi, bila suatu kata belum lazim, maka tampak
            adanya rasa asing terhadap kata itu. Namun, dengan adanya pema-
            kaian kata-kata itu secara terus-menerus, lama-kelamaan masyarakat
            tidak akan merasa asing lagi. Hal itu berhubungan dengan adanya
            kata atau istilah baru yang muncul sekarang, terutama yang dipra-
            karsai oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
                  Selain kelaziman suatu kata yang menjadi pertimbangan penulis
            dalam memilih kata yang akan dipakainya, menjadi perhatian tentang
            ketepatannya. Kata dinilai mempunyai ketepatan bila dipakai dalam
            situasi dan tempat pemakaiannya. Pemilihan kata disesuaikan dengan
            jenis dan isi karangan. Kata-kata yang mengarah atau biasa digunakan
            dalam karya sastra. Dalam karya ilmiah sudah pasti tidak digunakan
            kata-kata yang bernapaskan sastra dan ungkapan-ungkapan yang
            menggerakkan perasaan. Ketepatan pemakaian suatu kata berarti
            ketepatan penempatan dalam suatu karangan. Dari situ muncullah
            istilah bahasa umum dan bahasa khusus.
                  Untuk menyebut angin dalam karangan umum, tidak perlu
            diganti dengan bayu; Hari Raya tidak disebut Hari Agung, ombak
            menenggelamkan kapal tidak akan disebut ombak menelan kapal;
            menghasilkan pendapat bersama tidak akan disebut dengan menelur-
            kan pandapat bersama dan contoh lainnya.
                  Masalah ketepatan pemakaian kata menyangkut pula nilai rasa
            kata itu. Ada kata yang sama mempunyai makna dasar, tetapi jika
            dirangkai dalam kalimat, dapat menimbulkan tertentu bagi orang
            lain. Kita mengenal sejumlah kata atau ungkapan untuk menyatakan
            bahwa seseorang telah meninggal, seperti: wafat, mangkat, kemali
            ke hadirat-Nya, berpulang, gugur, meninggal dunia, menghembuskan
            napas yang terakhir, sampai ajal, mati dan mampus. Penggunaan
            kata atau ungkapan itu banyak sedikitnya harus memerhatikan atau
            mempertimbangkan orang yang meninggal. Apakah ia raja, ulama,
            orang besar, ataukah manusia biasa saja? Seorang prajurit yang me-
            ninggal di medan perang disebut gugur; seorang raja biasa dipakai
            mangkat; ulama yang meninggal disebut wafat; seorang penjahat
            telah patut disebut mampus. Pemakaian bahasa untuk keperluan
            tertentu telah menjadi sepakat, walaupun tanpa persetujuan resmi.
            Bahasa kita banyak memiliki perwujudannya sebagai sarana penyam-
            pai konsep atau makna. Hanya yang perlu diperhatikan ialah cara
            mendayagunakannya agar tidak terjadi kejanggalan, apalagi dalam
            bahasa tulis.


                                                                  BAB 5   53
                                                    Bahasa dalam Karangan
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68