Page 239 - PDF Compressor
P. 239
gue nggak ketemu ini anak? Panji teman gaul gue dari zaman-
zaman Embassy masih jaya-jayanya dulu. Gue nggak sombong
kalau bilang dulu semua perempuan yang pantas dilirik di
Jakarta ini adalah makanan gue dan Panji. Getting girls is the skill
of our misspent youth. Belakangan udah jarang juga ketemu
karena si Panji gue rasa masih aktif club-hopping sementara gue
cuma duduk sendirian di apartemen berteman satu krat bir
meratapi nasib dilepeh Keara thankyouverymuch.
”Bro, gue kirain siapa. Baru dari Singapur gue,” gue spontan
menepuk pundaknya. ”Biasa, F1. Lo ngapain?”
”Jemput cewek gue.”
”Weits, yang mana lagi ini?”
”Ada lah. Belum kenal juga lo kayaknya,” Panji tersenyum
lebar. ”Eh lo ke mana aja sekarang, Ris? Ngilang begitu aja
dari peredaran. Masih di Jakarta kan lo?” 237
”Masih, sibuk aja gue sekarang. Biasalah, lo tahu sendiri
kan kantor gue yang sinting…”
”Eh, bentar, itu cewek gue udah kelihatan. Gue kenalin ya,
Ris,” Panji meninggalkan gue dan bergegas menuju pintu kaca
terminal kedatangan.
Ulu hati gue langsung nyeri melihat siapa yang muncul dari
balik pintu kaca.
Dinda. Dan Keara.
Rasanya ada yang merenggut jantung gue dan menginjak-
injaknya di lantai ketika Panji memeluk Keara gue, mencium
bibir Keara gue. Bibir yang dulu pernah hanya buat gue, wa-
lau cuma satu malam di Singapura itu.
Panji teman gue yang brengsek ini.
Dan Keara gue yang dalam keadaan sober se-sober-nya.
Sekuat tenaga gue berusaha mengatur napas waktu Panji
kembali berjalan ke arah gue, menggenggam tangan Keara.
Isi-antologi.indd 237 7/29/2011 2:15:27 PM