Page 245 - PDF Compressor
P. 245
pun yang kupilih akhirnya adalah tidur. Paling tidak memejam-
kan mata agar tidak usah capek berbasa-basi. Bagiku, si Panji
sudah agak-agak keterlaluan. Aku tahu harus kuakui aku me-
nikmati bahwa dia selalu ada, well, di luar masa-masa dia si-
buk dengan apa pun itu pekerjaannya. Panji has been my go-to
guy for almost anything. Tapi come on, dari mana dia dapat
pengesahan bahwa dia mulai boleh ”titip jagain” ke siapa-sia-
pa? Crap, I can’t get over how much this bugs the shit out of
me.
Entah apa yang ada di pikiran Panji ketika aku tetap diam
dan memasang tampang letih sementara dia mengantarku
naik ke lantai delapan, membawakan koperku. Jauh lebih mu-
dah seandainya si Panji bersikap biasa-biasa saja, seperti per-
mainan yang selalu kami mainkan. Sabtu malam itu Panji
ikut masuk apartemen, meletakkan koper di lantai, dan me- 243
raih pinggangku ke dalam pelukannya dan menciumku. Dan
aku tidak suka ciuman dengan perasaan itu.
I need you to want me, Panji. I don’t need you to love me.
Aku hanya bisa membalas ciumannya dengan enggan dan
perlahan menarik bibirku dua detik kemudian.
”Kenapa?” dia menatapku.
”Nggak pa-pa, aku cuma capek banget aja,” aku berusaha
tersenyum.
”Ya udah, kamu istirahat aja deh. Aku telepon besok ya.”
Ini agak-agak kejam sebenarnya. Pengusiran halus terhadap
Panji setelah sebelumnya di bandara aku membiarkan dia me-
meluk-meluk dan memegang tanganku di depan Harris hanya
untuk… untuk apa ya sebenarnya? Untuk menunjukkan ke
Harris bahwa aku bahagia thankyouverymuch walaupun aku
tidak memiliki dia lagi sebagai sahabatku? Yeah, why did I do
that?
Isi-antologi.indd 243 7/29/2011 2:15:28 PM