Page 183 - 9 dari Nadira
P. 183
l\irana
b e r c in t a d i dalam jelaga mafam atau se b u a h pagi. Kami
so so k - so so k yang tak perlu bicara. Aroma dan dengusan
adalah pertanda.
"Urus saja perceraian kita. Aku tahu kamu akan me
ngawini Rima. Aku juga sudah tahu tentang persoalanmu
dengan Alina dan Tito Putranto."
Tiba-tiba saja wajah Niko mernbeku. Baru kali i n i
nama-nama itu meluna.ir dari mulut istrinya. Wajahnya te
rasa panas. D i a bukan saja tertangkap basah karena tidur
dengan perempuan lain. Ternyata istrinya tahu: segala per
juangannya selama ini sudah basi.
·Ada dua orang preman yang datang ke rumah ini
beberapa bulan yang lalu," kata Nadira mengaduk-aduk i si
pancinya dengan tenang. "Mereka kiriman Tito Putranto,"
kata Nadira. Kini dia berbicara dengan nada yang sangat
tenang. Mulut Niko terkunci begitu erat.
• Aku hanya ingin Jodi. Selebihnya, aku tak peduli,"
i
kata Nadira dengan lega. Seolah-olah beban yang selama n i
memberati pundaknya sudah lepas. Matanya sudah kering.
Niko mengangguk, lalu berdiri dan menghilang. Dan
selesailah perkawinan itu.
***
Dengarlah langkah kuda Sang Pangeran. Aku sudah mene
mukan sang kekasih. Pangeran yangtelah mencariku hingga
ke pelosok hutan; mendesak ke e l uruh gua, mendaki semua
s
gunung, dan mernbelah sungai. i a bersumpah tak akan pu
D
lang, sebelum menemukan aku.
I a tak berubah. H anya sorot w a j ahnya lebih tua. Ber
tahun-tahun dia mencariku. Seluruh urat nadi permukaan
bumi ditelusurinya. Oh, betapa aku mencintainya. Aku sudah
siap kembali menjadi Kirana. Tetapi tunggu. D i a , perem-
176