Page 264 - 9 dari Nadira
P. 264
l.:ieilo g,. Chudori
Nadir a tersenyum dan berbisik ke telinga T a r a , N A d a
seseorang yang se j ak du/u jatuh dnta padamu."
Wajah Tara berubah mendung dan terluka. Dia baru
menyadari, Nadir a memang tak pernah mencintainya.
Nadira menutup laptopnya. Dia mengambil jaket dan
ranselnya, lalu berjalan menerobos angin musim gugur
menuju perpustakaan kampus. Daun mapel berwarna
merah sore itu bertebaran d i jalan seperti hamparan kain
batik Cirebon. Cerah dan merah. Hati Nadira tersenyum.
Marcsudah menunggunya i perpustakaan.
d
***
Gerombolan bunga alamanda itu masih sama. S e olah-olah
merekaadalah kelompokbungayangsudah pasti menyambut
kedatangan Tara. Dia masih saja berdiri di depan mobilnya,
tak kunjung melangkah masuk. S e t e l ah menghabiskan satu
batang rokok-satu kebiasaan baru yang dimulai sejak dua
tahun lalu-Tara akhirnya melangkah masuk.
Bram Suwandi. Masih sama. Kecuali, kini seluruh
rambutnya bak salju dan kulitnya seperti kulit jeruk yang
sudah mengering dan penuh bercak hitam. Sudah senjakah
hidup kita semua? Tapi Tara bisa melihat kerjap sinar yang
sesekali mencelat keluar dari sepasang mata tua itu. Dia
senang bertennu denganku, pikir Tara lega.
"Apa kabar, Pak ... •
"Alhamdulillah, Tara ... Mari, mari .. ."
Tara mulai senewen. Akhirnya dia menawarkan rokok
kreteknya. Bram tertawa menggeleng dan mengatakan bah
wa kini posisinya terbalik. Br am berhenti merokok, semen
tara Tara memulai kebiasaan buruk itu.
Bram Suwandi, wartawan yang begitu perkasa i masa
d
kejayaannya, kini berjalan tertatih-tatih dengan disangga
2§9