Page 32 - 9 dari Nadira
P. 32
jv1encari �eikot �eruni
semakin meningkatkan wajahnya yang masam. Bram
be/um l e sa i ku/iah, t e t a p i sudah berani kawin. Dia b ek e r j a
se
sembari mencari nafkah tambahan d i D e Groene Bar dan
menulisberita di kantor berita Indonesia Merdeka.
T e n t u s a j a kami tak perlu berkisah bahwa tingkahku
yang tidur bermalam-malam di apartemennya membuat
Bram gelisah dan serta-merta mengajakku kawin. Dia su
dah mantap. Aku sudah melekat. Bagiku hij i s de man.11
Bagi Bram, d i a tak b i s a berpaling /agi ke arah lain, sefain
ke arahku. Dan karena Bram adalah musfim yang t a a t ,
sementara aku perempuan yang se d a n g jatuh cinta pada
muslim yang taat, maka kami sepakat menikah segera.
Kami seperti pasangan lengket yang tak bisa dipisah
kan siapapun juga, bahkan of eh tuntutan akademis. Mun
c u l n y a tiga orang cucu yang be/um pernah d i t e m u i mer
tuaku-karena jarak Amsterdam dan J a karta-tak juga
menghibur hatinya.
T a k heran jika w a j a h gembil itu sungguh sulit mem
bentuk se n y u m saat b e r t e m u d e n g a n aku, menantunya
yang mungkin nampak seperti seorang perempuan muda
dan binal yang mengawini putra su/ungnya dan berhasil
mengoyak-ngoyak p e t a yang sudah digambarkan orang
tuanya. Seorang perempuan yang menyebabkan pendi
dikan anak sulungnya terulur-ulur. Dengan lahirnya Nina,
Arya, dan Nadira, orangtua Bram tak pernah mengetahui
pernikahan macam apa yang dilalui putra sulungnya
( k ec u a l i melalui potret pernikahan kami yang se d e r hana
dengan k eb a y a pinjaman dan beberapa tangkai bunga
seruni putih yang d i se l i p k a n di konde. S e r uni. Bukan
u
yasmin. Bukan mawar. Ser n i ) .
" Dialah orangnya.