Page 33 - 9 dari Nadira
P. 33
beilo g,. Chudori
Pertemuan kami yang pertama, seperti halnya per
temuan kami se/anjutnya, tak pernah berlangsung /ancar.
Dia duduk di terasdepan, rumah mereka d i Gang Bluntas,
kawasan S a l e m b a yang selalu t e r a s a gerah. Hanya bebe
m
rapa ratus e t e r dari Gang Bluntas, aku b i s a mendengar
d e m o n strasi mahasiswa yang berkepanjangan. Suasana
politik sungguh panas. T e tapi, bagiku, tak sepanas yang
terjadi d i rumah keluarga Suwandi yang guncang o l e h k e
d a t anganku.
Sementara aku mengganti baju Nadira yang sela/u
basah o/eh keringat dan memandikannya dengan bedak
yang mendinginkan ku/itnya; aku mendengar bunyi per
cakapan antara Bram dan sang ayah, p a triarch keluarga
Suwandi. Aku membayangkan Pak Suwandi, mertuaku
itu, duduk d i kursi besar ruang e n g a h ; sebuah kursi yang
t
hanya boleh disentuh o l e h d i a , sedangkan kursi istrinya
ada di sampingnya.
T e m b o k antara kamar d e p a n , t e m p at kami "me
ngungsi� karena Nadira ingin tidur, begitu t i p i s. Aku b i s a
mendengar semua yang terjadi, seolah-olah aku berada d i
ruangan yang sama. Nina dan Arya yang sudah · d i sita•
o /e h para bibi dan pamannya di halaman belakang tengah
menikmati rindangnya pohon mangga yang konon dulu
ditanam Bram saat d i a masih k e c i l .
"J a d i d i a anak ke/uarga Abdi Yunus? P e n gusaha yang
d e k a t d e n g a n istana itu?"
" Y a , P a k."
Hening.
" S e k olah apa di Belanda?·
" T a d i n y a d ia ku/iah sastra ... /a/u, ya /a/u kami kawin
Pa k , jad i ... •
Ayah Bram membersihkan k e r o n g k o n gannya. Mungkin