Page 29 - 9 dari Nadira
P. 29

beilo ,§).  Chudori





                  jati,  polos,  berdebu,  dan  hanya  dihiasi  empat  lempengan
                  perak di setiap sisi. Di sebelahnya terlihat beberapa tumpuk

                 koran dan majalah yang tak lboleh dijual oleh Ayah (sebuah
                 larangan  yang sering diterabas  oleh  lbu,  terutama jika ke­

                 uangan rumah tangga sudah menipis).
                       Kulihat Kang Arya mulai mengeluarkan beberapa kursi
                  anti k yang rencananya akan dipoles oleh tukang anti k lang­

                  ganan I bu di Ciputat; tapi tidak kunjungterjadi karenatak ada
                 uang. Yu Nina mulai menggerutu tentang orang-orang yang

                 menanjak  tua  yang  gemar  menumpuk  barang-barangnya,
                  yang akhirnya tak pernah dinikmati sama sekali.
                        "Seperti ini? Ngapain  I bu  beli  lampu seperti ini. ..  ada

                  enam  biji. .. ,"  kata  Yu  Nina  memindahkan  beberapa lampu
                  duduk berwarna hijau. "Ada gompelnya lagi, siapa yang mau

                  menggunakan lampu ini?"
                       Aku hampir tak mendengar omelan Yu  Nina. Aku  juga
                 hanya  mendengar  sayup-sayup  suaranya  yang  memberi

                 instruksi  dari  balik  maskernya,  agar  kami  memisahkan
                  barang-barang  itu  sesuai  kategori:  kursi  dan  meja  antik

                  yang masih  harus  dipoles;  beberapa pi ring,  mangkok,  dan
                 sendok-garpu  antik;  beberapa  buah lampu  antik;  dan  ter­
                  akhir  buku-buku  berbahasa  Belanda  milik  lbu  dan  Ayah

                 yang terletak di satu rak besar.
                       "Siapa  yang  masih  membaca  bahasa  Belanda?"  Kang

                 Arya membuka-buka teks politik Ayah. Mataku masih ter­
                  paku kepada  satu  peti  jati  itu.  Suara gerundelan Yu  Nina
                  dan komentar Kang Arya perlahan-lahan menghilang. Aku
                  duduk,  menyemprot-nyemprot  ingusku  karena  debu-debu

                 kurang ajar itu. Tumpukan koran dan majalah berdebu itu
                 kupindahkan. Lalu, aku membuka peti yang tidak terkunci

                  itu.  Tentu  saja  isinya  bukan  harta  karun.  Tetapi,  seperti
                 yang  sudah  kuduga,  isinya  adalah  barang-barang  pribadi


                                                    19
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34