Page 75 - 9 dari Nadira
P. 75
Geila g,. Chudori
kerja," Yosmembuka-buka majalah T er a yang masih hangat
sehabis keluar dari percetakan.
Nadira melirik sambil terus memencet nomor telepon
rumahnya. Entah untuk keberapa kali.
"Ayah ... ?"
"Eh, Dira ... Aduh, Ayah baru saja selesai ngobrol."
"Ayah pidato lagi, ya? Nanti rekening teleponnya men-
julang lagi."
Terdengar tawa ayahnya terkekeh-kekeh. Nadira men
jauhkan gagang teleponnya se j enak, lantas mendekatkan
nya kembal i ke daun teli nganya. Vos tersenyum.
"Anu, D i r ... , Pak Mahmud tadi memuji-muji wawanca
ramu d i majalah T e r a. Katanya tajam betul pertanyaanmu.
n
Ayah bilangkan itu kare a D i r a keturunan Ayah ... ," ayahnya
terkekeh kembali.
Nadira tersenyum, "Bicara tiga kalimat saja harussam
.
pai limajam, Yah .. "
"Ah, ya tidak sampai lima jam, D i r a . Ayah baru cerita
itu, film i tivi siang ini. Bagussekali. Kamu sok mengeritik
d
tivi swasta. Kamu tak tahu saja, tivi swasta muter film
bagus-bagus. Buktinya kemarin mereka menayangkan film
nya John Wayne. Ayah teringa t ketika awal pertemuan
dengan ibumu. Gilanya, Ayah juga pernah mengajak pacar
Ayah satu lagi nonton film yang sama ... ." Kini bunyi tawa
ayahnya seperti suara gorila. Nadira kemudian duduk dan
tangannya mulai memasang komputer di atas mejanya.
"Film John Wayne kok ditonton."
"Kamu ... Persis seniman sok intelektual itu. Kamu
kan tidak paham idiom-idiom John Wayne, Clark Gable,
Humphrey Bogart, atau Gregory Peck?" suara ayahnya me
ninggi. Nadira menghela nafas dan menjepit kop telepon itu
di antara pipi kirinya dan bahunya. Sepuluh jarinya mulai
67