Page 78 - 9 dari Nadira
P. 78
Jv1elukis. bangit
Nadira m e n ggigit bibirnya. Dari kejauhan dia m e l ihat
Eni memanggil karena ada telepon untuknya di kawasan
Koordinator Reportase. "Yah, sudah ya, Yah ... Ada telepon
untuk Dira .. ."
"Tunggu, Dira. Kalau mau bawa makanan buat Ayah,
dari kantin kantor Ayah sa j a ya? Beli lasagna buatan I bu
Murni. Lantas, sekaligus beli kue lumpur surga beberapa
buah. Nanti malam ada film Alfred Hitchcock di tivi."
"Ya, ya ... : Nadira menutup teleponnya.
Utara Bayu sudah ada di lhadapannya.
"Dira, wawancara Menteri Sudomo besok subuh, dia
mau terima kita, kejar soal Petisi 50. Lalu kejar semua ang
gota Petisi 50. Oh, ya siap-siap hubungi kontak kamu di
Manila. Kami sudah memutuskan, kamu berangkat lagi."
Suara Utara Bayu, kepala bironya, meluncur tanpatitik,
tan pa koma, tan pa jeda. Seandainya Nadira terkena kanker
pun, Utara nampaknya tak akan bertanya. D i otaknya yang
tertutup oleh rambut tebal, ikal, dan bagus itu hanya ada
setumpuk persoalan jurnalisti k.
***
Matahari sudah selesai tugasnya mengurai-urai cahaya hari
itu. Seluruh Jakarta sudah cukup berkeringat. Suara penyiar
televisi yang merdu dan dengung nyamuk di kupingnya
memberikan sebuah tanda. Ayahnya sudah duduk di depan
pesawat televisi. H ampir setahun lamanya, pemandangan itu
menjadi bagian rutinitas kehidupan keluarga Suwandi. Saat
ini, keluarga Suwandi hanya tinggal Nadira dan ayahnya.
Yu Nina masih memilih New York sebagai tempatnya me
nempuh pendidikan. Arya bertapa di tengah hutan.
Kemala Suwandi, ibu Nadi ra, tel ah lama memilih bahwa
hidupnya sudah selesai. ltu terjadi setahun lalu, tahun 1991.
70