Page 95 - 9 dari Nadira
P. 95
l.:ieilo .§). Chudori
"Yu Nina .. ."
Nadira melirik jam di atas meja, pukul dua pagi.
Kakaknya sinting.
"Di New York tidak ada arloji?" Nadira merebahkan
kepalanya, suaranya serak dan pasrah. Tak mampu untuk
mar ah.
"Tentang mimpimu ... dalam suratmu itu."
"Mimpi yang mana? Aku mimpi melulu s e tiap jam
dalam hidupku. Berganti-ganti. Bisa jadi badut, lalu jadi
ratu, lalu jadi pelacur ... ; Nadira terkekeh, meski suaranya
masih parau.
"Mimpimu tentang kudng yang kamu ikat dengan
benang rafia itu."
"Ralat. ltu bukan mimpi. ltu c e r ita pendek yang ku
ciptakan dalam sekejap .. "
.
"Oh, Thank God. Jadi itu bukan mimpi. Suratmu ku
baca terburu-buru. Kalau soal pertemuan dengan I bu? ltu
pasti mimpi. .
.
"
"Ya, itu mimpi. lbu gemuk sekali dalam mimpiku."
Kakaknya t e rdiam. Tapi Nadira bisa mendengar bunyi
nafasnya.
"ltu karena kamu kesepi an, mengurus Ayah sendirian.
Aku sibuk dengan kuliah; Arya sibuk dengan hutan h i n gga
dia sudah mirip orang utan. Dan kamu, seperti biasa
anak yang berbakti, sendirian; suara Yu Nina terdengar
menjengkelkan. Suara seorang kakak tertua, sulung, me
rendahkan.
"Lalu ada mimpi lain ... , d i d I tell yo!/?"
"Yang mana lagi?"
K i n i Nadir a duduk, dia menyenderkan punggungnya.
"Aku bermimpi, kepalaku b e rkali-kali dimasukkan ke
dalam air toilet. Masuk, keluar, masuk, keluar. Dan setiap
87