Page 93 - 9 dari Nadira
P. 93
l.:ieila �- Chudori
secangkir kopi hitam berkepul-kepul untuk menghalau
kantuknya. D i tangannya, majalah T e r a menampilkan
kulit muka Cory Aquino yang berhasil diwawancarai oleh
Nadir a.
"Bukannya setelah tugas begitu berat, biasanya boleh
t
istiraha , sehari dua hari?" ayahnya membuka-buka maja
lah itu dengan wajah masih mengantuk, meski i a tampak
bangga.
"Har us meliput kasus Petisi 50 ... , dan ... "
Kalimat itu membuat ayahnya melotot, "Kamu akan
bertemu siapa? Pak Hoegeng? Pak Ali Sadikin?"
"Ya, Ayah."
"Pak Natsir!"
Nadiraterdiam. i a hampir saja lupa, ada nama penting
D
ini. Penting untuk ayahnya.
"Kamu harus menulis berita i n i dengan berimbang.
Mereka ad al ah orang-orang yang tel ah berjasa untuk negeri
ini."
"Ya, Ayah."
"Lalu, selain Petisi 50?"
"Mau jemput J.P. Pronk."2
"O, kamu ikut meliput Pronk? T o long titip salam dari
w
Ayah," tiba-tiba a j ah ayahnyayang mengantuk itu berkila
t
kilat.
"Nadira tak akan mewawancarainya. ltu bagian d esk
ekonomi. I ni cumapeliputan biasa, Yah. Paling-palingmelihat
Pronk turun dari pesawat dan di salami pejabat I n donesia
dan menjawab pertanyaan wartawan. Begitu saja .. ."
Nadira mengenakan sepatunya perlahan-lahan tanpa
ingin melihat w a j ah ayahnya.
2 J.P. Pronk adalah seorang Belanda yang pernah menjabat sebagai ketua IGGI
periode 1973-1977 dan 1989-1992.