Page 94 - 9 dari Nadira
P. 94
Jv1elukis. bangit
"Kenapa kau tidak mewawancarai Pronk? Ayah punya
bahan I G G I yang paling lengkap. Sejak kamu masih bayi,
Ayah adalah salah satu wartawan pertama yang selalu me
liput I G G I . A y o , jangan bilang kamu enggan dengan soal
ekonomi. Masai ah bantuan I G I kan bukan hanya per
G
soalan ekonomi. l n i persoalan sosial dan politik," Ayah
Nadira menggebu-gebu.
Nadira memandangi sepatunya dengan saksama
seolah-olah ada kutu yang bertengger di situ. Tapi ayahnya
terus-menerus mengoceh tentang pengalamannya meliput
I G G I d i Belanda, ketika "Ayah masih gagah dan lincah se
perti kau". I ni gawat.
Tiba-tiba Nadir a ingat mi mpinya semalam.
"Mau kopi jahe, Yah?"
Ocehan ayahnya berhenti seketika.
"Kopi jahe?" ada jeda beberapa detik, "kok tumben.
Kau mau bikinin?"
"Oke deh ... ," Nadira melompat dengan lincah dan
melesat ke dapur.
Ketika Nadira kembali membawakan secangkir kopi
jahe yang mengepul-ngepul, ayahnya sibuk memijit-mijit
nomor telepon.
"Telepon siapa, Yah? Masak pagi-pagi mau pidato sama
Mahmud?"
" N e e n .. , neen ... lk wit de Neder/andse Ambassadeur
.
t e le fo n eren.3 Ayah mau minta daftar acara Pronk. Kita
undang saja dia makan siang d i sini .. ."
***
"N d' ira ... "
a
'Tidal<. .. , tidak ... Saya akan telepon Duta Besar Belanda.
86