Page 92 - 9 dari Nadira
P. 92

Jv1elukis. bangit





                purnama  karena  senyumnya  yang  lebar.  "Tentu  saja  kau
                s e d ang mimpi. Mana bisa kita bertemu di  luar mimpi?"
                      Nadiramerebahkan kepalanyadi ataspahaibunyayang

                gembur karena kelebihan lemak. Begitu empuk dan hangat.
                Dalam sekejap,  paha ibunya sudah  basah oleh air matanya.
                I bunya mengusap dan sesekali mencium kepalanya.

                      "Berikan  kopi  jahe  saja  pada  Ayah,  Nadira,"  bisik
                ibunya.
                      "Nanti  dia  akan  semakin  rajin  mondar-mandir  ke

                dapur  setiap  malam,  Bu. Tanpa kopi  saja  dia sudah  susah
                tidur."
                      "Pijiti kakinya .. ."

                      "Mana  ada  waktu...  Setiap  hari              aku    mengejar
                deadline:
                      "Kau masih betah jadi wartawan,  Nadira?"
                      Nadira diam tak menjawab. Bibirnya bergerak-gerak.

                      "Kamu harus keluar dari kolong meja itu,  Nadira."
                      Nadira menggelengkan kepalanya perlahan.
                      "Aku ingin bertanya,  Bu."

                      I bunya terdiam.  Dan  Nadir a  tahu,  dia tak  mungkin
                menanyakan satu hal yang selalu mengganggu hatinya, hati
                ayahnya, hati  kedua kakaknya. Apa yang sebetulnya terjadi
                setahun  yang  lalu,  h i ngga  akhirnya  ibunya  memutuskan

                untuk menyelesaikan hidupnya.
                      I bunya mengusap-usap kepala Nadira.
                      "Kopi jahe, Dira ... , untuk Ayah."


                                                  ***


                      "Kok  pagi-pagi  betul?"  tanya  ayahnya  heran  melihat
                Nadira sudah meny si    i  r   rambutnya. Yu Nah baru saja mere­
                bus air panas untuk mandi, sementara ayam jago tetangga

                sebelah baru saja menjerit-jerit, mengumumkan bahwa pagi
                itu  dialah yang sedang piket.  Ayahnya tengah  menghadap


                                                   84
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97