Page 88 - 9 dari Nadira
P. 88
Jv1elukis. bangit
·vah .. ."
"Bukannya Ayah mengharapkan agar wartawan bisa
menggulingkan seorang pemimpin. Bukan. Tapi kemampu
an Woodward dan Bernstein dalam investigative reporting
itu, Nak. Apa kamu tidak ingin seperti mereka?"
Nadira t e rdiam. Ranselnya sudah siap. D i a melongok
ke luar jendela. Kini yang terlihat, sebuah ruang yang luas
di sebuah gedung tinggi yang melambai-lambai ke langit
dengan masyarakat wartawan di dalamnya. Tiba-tiba, m�
lalui jendela kaca itu, Nadira merasa sedang menonton k�
sibukan dan k e t e r gopohan kawan-kawannya yang tengah
memburu berita. Masyarakat wartawan, di mata Nadira,
adalah sebuah masyarakat yang selalu menuntut hal-hal
yang besar, yang terbaik, terkadang muluk dan paradoksal.
Sebuah masyarakat yang, teirkadang secara tidak sadar,
merasa moralnya berada di atas apa yang disebut sebagai
'masyarakat awam'. Sebuah kelompok yang mengklaim
dirinya sendiri sebagai pembawa kebenaran, atau bahkan
mesiah yang bisa menyembuhkan borok dalam pemerintah
dan borok dalam masyarakat. Masyarakat wartawan mi rip
rombongan komentator olahraga yang dengan asyiknya
berkata, "Ya, t e ndangannya kurang akurat kali ini saudara
saudara .. .," dan mereka sendiri bukanlah pemain bola. Bah
kan menyentuh rumput lapangan bola pun tak pernah.
"Selain itu, menurut Ayah, bagaimana kita bisa bikin
film sebagus itu, coba? Apa bisa? Di I n donesia, membuat
film politik yang bagusadalah sebuah kemustahilan. Belum
apa-apa, judulnya sudah diubah oleh pemerintah. Debat
judul saja sudah makan dua tahun. Lantas, skenarionya
harusdibaca dulu. Membuat film kok harusminta izin."
d
Bayangan i hadapan Nadira hilang. Kelap-kelip lampu
kapal bermunculan satu persatu.
80