Page 87 - 9 dari Nadira
P. 87
l:ieilo ,§. Chudori
"Sejak kau SD? Sudah begitu lamakah? Aduh, rasanya
baru kemarin Ayah ke Pakistan. Ayah cum a mau menasihati,
meski kau tak setuju dengan kebijakan politik pejabat yang
kau wawancarai, kau harustetap bersikap netral. Sebaliknya
kalau mewawancarai Cory Aquino, mentang-mentang pe
rempuan, jangan lantas jatuh simpati tak karuan. D ingin.
Kau harustetap dingin."
"Yah, wawancaraCory Aquino bukan dalam rencanaku.
Lagi pula .. "
.
"Yaaaa, ini kan seandainya ... Ayah saja waktu wawan
cara Indira Gandhi juga tak ada rencana dan semula tak ter
tarik. Semuanya mengalir begitu saja. Pak Mahmud masih
punya klipingnya ... "
Nadira terdiam dan menggigit bibirnya. D i a menying
kap tirai jendela hotelnya. Alangkah jauhnya ayahnya. Tapi
alangkah dekatnya suara itu. Tiba-tiba, di tengah kawasan
Roxas Boulevard Manila, Nadir a melihat sebuah layar kapal
yang besar dan hitam. Dan dengan jelas a melihat ayah
i
nya yang mengenakan sarung mondar-mandir di dapur
mencari-cari kaleng kopi dan gula.
Lantas a mendengar bunyi ketak-ketok bakiak ...
i
"Nadira .. ."
"Ayah, tidurlah. Sudah malam. Memangnya susah tidur
lagi?"
"Ah, ya kebetulan habis nonton All the President's
Men ... Bukan video. Televisi!u
"Ya Tuhan, apa Ayah tidak bosan nonton film itu?"
"Luar biasa. Ayah rindu pada Bob. Hei, Ayah sudah ce
rita waktu berkunjung ke kantor The Washington P o s t kan?
Ayah sudah kasih lihat f o t o bersama Bob Woodward? Ooo,
dia sangat rendah hati. D i a wartawan luar biasa. Sal ah satu
yang terbaik di dunia. Mana ada wartawan kita yang se
hebat dia?"
79