Page 160 - dear-dylan
P. 160
“Dia? Dalangnya?” tanya gue nggak percaya.
“Kami mendapatkan pengakuan yang sama dari keenam pelaku, bahwa mereka dibayar
untuk memancing kerusuhan pada konser Skillful. Pihak yang membayar mereka untuk
melakukan hal tersebut, adalah Saudara Hugo Fernandez.”
Gue menelan ludah. Ini benar-benar nggak bisa dipercaya!
Hugo membayar semua orang ini untuk merusuh di konser Skillful? Untuk merusak
image band gue? Tapi kenapa?
Gue berjalan mendekati Hugo. Dia sama sekali nggak terlihat merasa bersalah. Dia
malah membalas tatapan gue dengan angkuh dan penuh kebencian.
“Lepasin gue! Biar gue hajar dia! Dasar brengsek! Harusnya dari dulu-dulu gue hancurin
muka lo!” Dudy berteriak-teriak dari tempatnya tadi, mukanya merah padam karena amarah,
tapi Bang Budy dan Dovan masih menahannya kuat-kuat.
“Kenapa?” tanya gue saat berada persis di depan Hugo. “Kenapa lo lakuin ini semua?
Band gue punya salah apa sama band lo?”
Hugo meronta sedikit, tapi petugas polisi yang menanganinya terlihat dilatih dengan
sangat baik. Dia langsung menekuk tangan Hugo pada posisi tertentu, mengakibatkan Hugo
merintih kesakitan.
“Guenggak tahu kenapa lo bisa melakukan semua ini...”
“Nggak tahu?” Hugo menatap gue dengan penuh kebencian, lalu meludah ke lantai. “Lo
kira, gue akan diam saja setelah kejadian di Surabaya dulu?”
Gue mundur dua langkah. Bukan karena takut Hugo tiba-tiba bakal menyerang gue, tapi
karena terenyak. Dia melakukan ini semua, karena merasa eXisT kalah dari Skillful? Karena
Skillful, menurut dia, mendapat perlakuan lebih istimewa? Karena Skillful menjadi penutup
konser, dan bukannya eXisT?
Dia melakukan semua ini hanya karena hal-hal itu?
Hugo Fernandez benar-benar orang paling tolol sedunia!
“Kalau lo belum belajar dari penjara saat kasus narkoba lo itu, gue harap kali ini lo
belajar,” kata gue dingin.
Hugo sekali lagi berusaha melepaskan diri untuk menghajar gue, tapi petugas yang
memeganginya mengulangi gerakan menekuk tangan yang tadi, dan Hugo meringis menahan
sakit.
Gue menoleh menatap Bang Budy. “Aku boleh pergi nggak sekarang?”
Bang Budy mengangguk, di sela usahanya untuk menahan Dudy menyerang Hugo. “Kita
pergi sama-sama.”
Lalu kami semua keluar dari ruangan itu, meninggalkan Hugo dan masa depannya, yang,
sekali lagi, telah dia hancurkan sendiri.