Page 157 - dear-dylan
P. 157
“Lan, gue mohon jangan pergi, Lan... Kenapa... Kenapa lo sebegitu sayangnya sama
Alice, Lan? Kenapa? Gue lebih segalanya dari dia...” Regina tersungkur di lantai, dan
menatap gue dengan tatapan sedih.
Sori aja deh, gue nggak akan tertipu angelic face-nya lagi! Dan berani-beraninya dia
mengaku lebih segalanya dari Alice!
“Ngaca dulu sana!” bentak gue.
Tanpa membuang waktu lagi, gue berjalan menuju lift, dan turun menuju basement
tempat gue memarkir motor.
* * *
“Iya... tapi, Dylan... gue melakukan itu karena gue benar-benar nggak tahu harus gimana
untuk merebut perhatian lo... Gue tahu lo nggak akan melihat gue kalau masih ada Alice di
sisi lo... dan gue memanfaatkan sifat Alice yang gampang cemburu... Gampang terpancing.
Dia terlihat marah sekali waktu melihat gue menyentuh lo sedikit saja di PIM dulu... Gue
tahu apa yang akan terjadi kalau dia melihat ada gosip antara gue dan lo di infotainment...
Gue tahu akan seperti apa reaksinya kalau dia mendapati gue yang mengangkat teleponnya
di HP lo... Gue muak mendengar lo mengigau memanggil dia dalam tidur lo saat lo demam,
Lan... Itu membuat gue sadar, lo masih mengharapkan dia... Tapi kalau lo mendapati dia
nggak lagi peduli... lo akan kecewa dan membenci dia... Gue akan punya peluang untuk
merebut lo...”
Rekaman itu selesai berputar, dan gue mendongak menatap wajah Alice dengan perasaan
nggak keruan. Akan seperti apa responsnya? Apa dia akan memaafkan gue setelah ini? Apa
dia akan percaya kalau gue mengaku gue menyesali kebodohan gue yang menganggapnya
sebagai cewek sombong yang nggak peduli lagi pada gue, hanya karena gue mengira dia
nggak menelepon?
“Maafin gue, Lice...” Akhirnya gue bisa bicara juga, setelah sepuluh menit lidah gue
beku karena deg-degan menunggu reaksi Alice. “Gue yang salah. Gue bego, nggak sadar
sudah masuk perangkap Regina...”
Alice diam saja. Dia cuma menatap gue lurus-lurus.
Duuuuhhh, ngomong kek! Nggak tahu apa gue nyaris gila nunggu reaksi lo?!
“Gue salah, gue sempat meragukan lo... dan... dan gue sama sekali nggak tahu Regina
mengangkat telepon dari lo itu... dia nggak bilang, Lice... Lo dengar sendiri kan di rekaman
tadi? Dia mengakui semuanya, dia mengaku dia menyusun rencana supaya kita berpisah...”
Alice masih saja diam. Kayaknya gue bakal mati kalau dalam satu menit ke depan dia
nggak bereaksi!
Apa dia masih meragukan gue?
Gue berdoa diam-diam dalam hati. Tuhan, tolonglah supaya Alice mau percaya pada
saya lagi, Tuhan... saya janji saya nggak akan menyakiti dia lagi... saya janji akan menjaga
dia, menjaga perasaannya... saya sudah kehilangan dia dua kali, Tuhan, saya nggak mau
kehilangan dia lagi... Saya janji nggak akan merokok, nggak akan memaki-maki orang, nggak
akan mengomel, nggak akan mengatai Bang Budy lagi... saya janji akan jadi anak yang
baik...