Page 155 - dear-dylan
P. 155
infotainment yang dikenalnya via e-mail... dan... dan... infotainment melakukan sisanya...”
Regina menangis meraung-raung setelah semua pengakuannya.
Astaga! Dia BENAR-BENAR merencanakan semua itu??? Gila!
“Tapi gue melakukan itu karena gue nggak mau kehilangan lo, Dylan... Karena gue cinta
sama lo... Gue...” Regina bangkit dari duduknya dan berusaha memeluk gue, masih sambil
menangis sesenggukan, tapi gue langsung menepis tangannya.
“Shut up!” Gue membentaknya. Terserah kalau ada yang mengatai gue nggak
berperasaan karena berlaku kasar sama cewek. Mereka nggak merasakan frustrasinya gue
karena sempat kehilangan Alice!
Dan mendadak gue teringat sesuatu...
“Kenapa waktu di bar... waktu di hotel, lo menyuruh gue kembali ke Jakarta dan
mengajak Alice bicara? Kalau lo memang mau memisahkan gue dan Alice, kenapa lo
menyarankan gue mengajak Alice baikan?” Gue kepingin tahu apa itu juga bagian dari
rencananya!
Regina menggeleng berkali-kali, dan meraih tangan gue. “Lo masih nggak ngerti?”
tanyanya sedih. “Gue melakukan itu, karena... gue ingin punya image baik di mata lo,
Dylan... Lo nggak tergoda dengan semua kelakuan gue sebelumnya, dan gue sadar gue sudah
salah jalan... satu-satunya cara mendapat perhatian lo adalah dengan menunjukkan seolah gue
peduli pada masalah lo dan Alice, meskipun dalam hati gue sakit banget... meskipun dalam
hati gue berharap sebaliknya...”
Sekarang gue bener-bener merasa gue orang tergoblok sedunia!
“Lo gila, Gin.” Gue menarik tangan gue dari genggamannya.
“I am.” Regina menggigit bibirnya dengan getir. “I’m mad about you...”
Minta ampun deh!
“Alasan lain kenapa gue menyuruh lo kembali ke Jakarta... adalah karena gue harus
memastikan lo dan Alice putus secepatnya...” Regina menutup wajahnya dengan tangan, dan
menangis semakin keras. “Gue tahu akan seperti apa reaksi Alice jika dia melihat gosip itu di
infotainment, lalu tiba-tiba lo muncul, dan berusaha menjelaskan itu nggak benar... Alice
justru akan semakin percaya gosip itu benar! Ya, ya, gue tahu itu... Dia akan mengira lo
khawatir karena rahasia lo sudah terbongkar oleh infotainment, lalu lo mencoba
membujuknya... Gue yakin dia akan langsung minta putus...” Regina tersenyum pahit.
Gue berdiri dengan napas tersengal. Gue masih nggak percaya ada orang yang begitu
jahat merencanakan semua itu! Mungkin gue juga nggak akan kaget kalau mendengar Regina
mengaku dialah dalang kerusuhan di konser-konser Skillful!
Tapi entah kenapa, gue yakin dia nggak terlibat dalam hal itu. Feeling gue mengatakan
dia nggak tahu apa-apa tentang itu. Dia hanya berusaha memisahkan gue dan Alice, dia
nggak akan ambil pusing dengan Skillful. Nggak ada untungnya bagi dia kalau Skillful
dilarang menggelar show.
“Jadi selama ini... lo mengatur semuanya? Lo memperhitungkan semuanya?”
Regina sesenggukan beberapa kali. “Iya... tapi, Dylan... gue melakukan itu karena gue
benar-benar nggak tahu harus gimana untuk merebut perhatian lo... Gue tahu lo nggak akan
melihat gue kalau masih ada Alice di sisi lo... dan gue memanfaatkan sifat Alice yang
gampang cemburu... Gampang terpancing. Dia terlihat marah sekali waktu melihat gue
menyentuh lo sedikit saja di PIM dulu... Gue tahu apa yang akan terjadi kalau dia melihat ada