Page 156 - dear-dylan
P. 156
gosip antara gue dan lo di infotainment... Gue tahu akan seperti apa reaksinya kalau dia
mendapati gue yang mengangkat teleponnya di HP lo... Gue muak mendengar lo mengigau
memanggil dia dalam tidur lo saat lo demam, Lan... Itu membuat gue sadar, lo masih
mengharapkan dia... Tapi kalau lo mendapati dia nggak lagi peduli... lo akan kecewa dan
membenci dia... Gue akan punya peluang untuk merebut lo...”
Regina semakin histeris dengan tangisannya, dan belum pernah gue kepingin menghajar
orang sampai seperti ini!
Tapi gue tahu, itu nggak akan menyelesaikan masalah. Gue nggak butuh masuk
infotainment sekali lagi karena mematahkan batang leher Regina Helmy.
Lagi pula, gue sudah mendapatkan apa yang gue butuhkan.
“Makasih, Gin. Makasih buat pengakuan lo.”
Sambil berkata begitu, gue menekan tombol stop pada program recorder di HP yang
sedari tadi ada dalam genggaman gue. Dengan puas gue menyadari, semua pengakuan Regina
terekam dengan sempurna di sana.
Gue tahu, Alice nggak akan percaya kalau gue hanya menjelaskan padanya gue dan
Regina nggak ada hubungan apa-apa. Gue sudah belajar tentang itu saat dia menolak percaya
pada penjelasan gue dulu dan malah memutuskan gue. Satu-satunya cara supaya Alice
percaya, hanya dengan memaksa Regina mengaku di depannya.
Atau, dengan memperdengarkan rekaman pengakuan Regina ini padanya.
Bertahun-tahun mengenal Mbak Vita, gue akhirnya belajar dari calon kakak ipar gue itu,
bagaimana bertindak dengan menggunakan logika.
Gue mendongak menatap Regina, dan menyadari bias ketakutan sudah menyebar luas di
seluruh wajahnya.
“Lo... lo merekam... semua kata-kata gue tadi?” tanyanya tergagap.
“Yep. Gue harus memperdengarkan pengakuan lo ke Alice, kan?”
Regina menggeleng cepat. “Jangan, Dylan, jangan... Lo nggak tahu apa yang lo
lakukan...”
“Oh, gue tahu kok. Gue tahu pasti apa yang gue lakukan.”
“Jangan, Dylan, gue mohon... Alice bisa tahu gue... gue yang merencanakan semuanya...
Dia nggak boleh tahu...”
“Dia memang harus tahu.”
“Nggak! Pokoknya nggak! Kalian nggak boleh sampai balikan!” Regina sekarang
berteriak seolah kesetanan. Dia kelihatan sanggup melakukan apa saja, dan gue yakin dia
akan melakukannya. “Hapus rekaman itu, Dylan... Hapus!!!”
Regina berusaha merebut HP dari tangan gue, tapi gue berkelit dengan cepat. Regina
menabrak ambang pintu, dan mengaduh kesakitan di lantai.
Dia bodoh, gue jelas nggak akan menghancurkan satu-satunya kesempatan gue untuk
mendapatkan Alice kembali!
“Sori, tapi supaya lo tahu, usaha lo untuk mendapatkan nilai baik di mata gue gagal total.
Gue bodoh, bisa-bisanya dulu gue respek sama lo, mengira lo cewek yang baik dan perhatian.
Lo sama sekali nggak seperti itu! Lo cewek dengan kepribadian terburuk yang gue kenal!”
Gue berbalik dan akan langsung melangkah menuju lift lantai apartemen Regina, waktu
gue mendengar dia bicara lagi.