Page 29 - dear-dylan
P. 29
LAGI-LAGI Tora ngomel panjang-pendek soal detail pesta pernikahannya. Padahal pesta itu
sendiri rencananya masih enam bulan lagi. Tapi Mama dan Mbak Vita bolak-balik
mencetuskan ide yang, menurut Tora, bikin kepalanya nyaris botak saking stresnya. Ide
tentang pesta bernuansa pink waktu itu cuma salah satunya. Belum lagi, istri para adik laki-
laki Mama slash ipar-ipar mama slash para nantulang gue, nggak mau ketinggalan ikut
nimbrung dalam persiapan ini.
Haha, gue jadi kepingin ngakak. Nantulang gue totalnya ada lima, dan sifat kelima orang
itu, plus Mama, nggak ada yang sama. Kebayang dong, enam ibu-ibu, dengan sifat berbeda,
berusaha merancang satu pesta? Enam kepala yang keras kepal (aneh nggak sih
kedengarannya?), enam ide berbeda, enam selera berbeda, harus disatukan? Belum ditambah
masukan-masukan dari Mbak Vita dan pihak keluarganya makin kacau saja, bah! (Batak gue
keluar kalau sudah begini.)
Fiuuuhh... ternyata... orang mau nikah itu ribet! Untung Alice masih SMA, yang berarti
gue nggak akan menghadapi semua masalah khas perencanaan pernikahan yang gila-gilaan
repotnya ini dalam waktu dekat.
Yang bikin gue agak stres, adalah karena sekarang rumah gue jadi “markas besar”
perencanaan pernikahan itu. Dengan kata lain, nggak ada lagi ketenangan di rumah setiap kali
gue pulang. Pasti di rumah lagi ada rapat ini-itu, dan bayangin aja sendiri seperti apa ributnya
kalau banyak orang ngumpul di rumah. Jangan lupa juga, keluarga gue keluarga Batak, yang
kalau bicara selalu dengan suara lantang dan bertenaga. Ributnya orang nawar barang di
pasar nggak ada apa-apanya deh dibanding suasana di rumah gue!
Saking bisingnya suasana rumah akhir-akhir ini, Papa jadi suka ngabur dari rumah untuk
meneruskan hobi lamanya: mancing di kolam pemancingan. Tora juga kadang suka ikut,
bikin Mbak Vita ngomel karena calon suaminya cuek bebek dengan segala detail pernikahan
yang high-pressure itu, dan malah memilih ngejogrok di pinggir kolam mancing.
Yeah, dengan hebohnya Mama mempersiapkan pernikahan anak sulungnya, pantas saja
Papa dan Tora ngabur. Daripada pusign disuruh kasih pendapat tentang apakah-hidangan-
penutup-dari-katering-sebaiknya-buah-segar-atau-puding, ya kan? Membahas soal hidangan
penutup itu saja mereka bisa berjam-jam lho! Buset!
Hmm... gue nggak enak mengakui ini, tapi gue bersyukur akhir-akhir ini jadwal Skillful
lumayan padat, jadi gue agak jarang di rumah, yang berarti nggak perlu terlibat semua
“kekacauan” pra-pernikahan itu, hehe...
“Hei, Dylan, baru bangun kau?”
Gue menutup pintu kamar dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menggaruk-garuk
kepala dan mulut menguap. Nantulang Saidah berdiri di depan gue, memandangi gue dari
atas ke bawah.
Iyalah gue baru bangun, gue kan baru saja datang dari Semarang pagi tadi, dan capeknya
masih terasa sampai sekarang, jadi gue punya alasan kan untuk bangun pukul 14.00?
Tapi gue menajwab, “Iya, Nan. Ngantuk banget sih.”
Eh, lumayan gue bisa menjawab dengan cukup nyambung. Padahal biasanya otak dan
mulut gue selalu nggak sinkron kalau diajak ngomong saat baru bangun tidur dan belum
minum kopi.

