Page 33 - dear-dylan
P. 33
Grace melotot, tapi sedetik kemudian dia terpingkal-pingkal! Aku mangkil jengkel, aku kan
lagi marah, kok diketawain?
“Heii, kalau lo belum nyadar, gue lagi marah, bukannya ngelawak!”
“Hahahahahahahaha... lo boleh nulis tentang itu kapan-kapan! Gue bakal penasaran banget
gimana hasil tulisan lo itu!”
Aku terdiam beberapa saat, tapi akhirnya ikut tertawa juga. Gila, memang konyol banget sih
apa yan gbaru kubilang tadi! Jelas sekali betapa payahnya aku, dalam hal marah-marah yang tak
memerlukan skill sekalipun, aku gagal total!
“Sudah, sudah, cepet traktir baksonya!” seruku kesal karena melihat tawa Grace makin nggak
jelas.
Dia langsung berhenti tertawa.” Lho, bukannya udah nggak marah lagi?”
“Emang! Tapi siapa bilang itu berarti gue batal menagih janji lo?”
Bahu Grace terkulai lemas di kedua sisi tubuhnya, tapi dia berjalan juga untuk memesan
bakso di Pak Amboi. Ha! Siapa suruh tadi bilang mau nraktir?
* * *
“Eeehh, Grace, lo yakin nih, harga bajunya nggak bakal mahal?” Aku berusaha menjajari langkah
Grace, sambil menutup kembali ritsleting tasku yang tadi dibuka untuk diperiksa oleh petugas
keamanan saat memasuki mal ini.
“Kan lo bilang bawa credit card nyokap lo, berarti nggak usah khawatir dong duit kurang?”
“Iyaaa, tapi kalau bulan depan surat lembar tagihan nyokap gue angkanya nggak wajar, itu
jauh lebih parah daripada gue bawa duit kurang!”
“Waduh gimana yaa... desainernya lulusan sekolah mode di Paris sih, jadinya...”
Aku mulai ngedumel, tapi Grace malah menarik tanganku supaya mempercepat langkah. Dia
cengengesan.
“Bercandaaa. Nggak mahal-mahal amat kok, lagian gue kan udah bilang kalau kita pasti bakal
dapat special price!”
Hmm, mungkin sebaiknya aku mulai mempertimbangkan untuk merealisasikan karya tulis
dengan tema bagaimana-rasanya-jadi-sahabat-cewek-yang-kakaknya-punya-koneksi-mantap-
mantap itu.
Grace menarikku melewati beberapa belokan, sampai akhirnya kami tiba di depan sebuah
butik yang besaaarrrr sekali! Aku membaca papan namanya, yang terbuat dari huruf-huruf merah
marun yang melingkar-lingkar: Run & Ran. Pandanganku lalu turun pada bagian depan toko.
Etalasenya menampilkan manekin-manekin yang mengenakan gaun-gaun berpotongan
sederhana, tanpa banyak detail atau payet, tapi kereeeeennn banget! Seolah semua gaun itu dibuat
dari bahan yang bisa jatuh dengan indah di tubuh pemakainya.
Mmm, di tubuh manekin yang berukuran sempurna, memang keren banget, tapi gimana di
badanku, yang jelas-jelas kelebihan lemak ini???
“Yuk, masuk.”
“Gila lo, Run & Ran ini punya temen Kak Julia?”
Aku berdecak ketika Grace mengangguk. Run & Ran termasuk jajaran butik paling eksklusif
di Jakarta, aku pernah membacanya di majalah, dan Grace malah membawaku ke sini...?