Page 44 - dear-dylan
P. 44

“Trims, Say.” Gue menggenggam tangannya. “By the way, nanti kalau diajak rapat ini-
               itu, jangan mau, ya?”
                    “Lho, kenapa memangnya?”
                    “Nanti  kamu  ikutan  stres.  Mama  sama  tante-tanteku  itu  kalau  udah  berdebat,  aduh...
               kacau banget lah!”
                    Alice  tertawa,  membuatnya  terlihat  semakin  cantik.  “Nggak,  kamu  tenang  aja.  Yang
               segitu aja sih nggak bakal bikin aku stres.”
                    “Bener nih? Padahal Tora sendiri aja sampai nggak tahan lho. Tiap ada rapat panitia di
               rumah, dia langsung ngabur.”
                    “Ke mana?”
                    “Ikut Papa, mancing di kolam pemancingan.”
                    “Papamu juga... ngabur?” tanyanya dengan mata membulat besar.
                    “Haha,” gue tertawa. “Begitulah.”
                    “Terus, Mbak Vita gimana?”
                    “Ya  mencak-mencak  di  rumah.  Tapi  dia  nggak  mungkin  ikut  ngabur  juga,  kan?  Dia
               harus tetap ikut rapat, menjaga supaya Mama dan para tanteku nggak seenaknya bikin konsep
               buat pernikahannya.”
                    Lagi-lagi Alice tertawa. Aduh, gue seneng banget kalau ada di dekat dia, rasanya semua
               capek dan bete hilang. Rasanya semua masalah hilang...
                    Ah nggak, ada satu masalah yang belum hilang. Masalah Yopie Excuse si artis karbitan
               itu, dan Pak Leo sang pemilik recording label yang sinting.
                    Mungkinkah gue harus menceritakan semua itu sama Alice sekarang?
                    “Eh... Say, ada sesuatu yang mau aku omongin sama kamu...”
                    “Ya?”
                    “Gini... Mmm... Beberapa waktu lalu Bang Budy minta aku ngasih tahu kamu sesuatu...”
                    “Sesuatu? Oke. Apa?”
                    “Mmmm...”  Gue  mulai  gelisah,  dan  malah  mengubah-ubah  posisi  duduk.  Gue  nggak
               pernah nyangka ngomong soal ini ke Alice bisa sebegini susahnya.
                    “Apa mau ada tur panjang? Sangaaaattt... panjang? Lebih dari tiga bulan? Bang Budy
               takut  dianggap  „merampas‟  kamu  dari  aku  gara-gara  jadwal  tur  itu?”  tanya  Alice  dengan
               wajah penasaran.
                    “Itu...” Gue tertawa mendengar dugaan Alice. DIa ini lucu banget! “Nggg... itu...”
                    Hell, susah banget sih ngomongnya?! Pantas waktu itu Bang Budy gayanya kayak ayam
               mau bertelor! Jangan-jangan sekarang gaya gue kayak gitu juga?
                    “Bener, ya?”
                    Kok gue jadi nggak tega ngomongnya?
                    “Ehh... iya sih... itu. Mau ada tur panjang...,” akhirnya gue berbohong.
                    “Seberapa lama?”
                    “Mmm...  tiga  puluh  kota.”  Yeah,  satu  kebohongan  pasti  akan  berlanjut  dengan
               kebohongan lainnya.
                    “Berarti... sekitar dua bulan?” tanya Alice. Ada sedikit kecewa  yang bisa gue baca di
               matanya.
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49