Page 40 - dear-dylan
P. 40
Kedua satpam itu saling memandang, mungkin mereka bingung anak SMA macam aku bisa
galak begini.
“Bapak-bapak dari tadi berpatroli di tempat parkir ini, kan?” tanyaku lagi, dan kedua satpam
itu mengangguk. “Tapi kok bisa mobil teman saya jadi begini ya? Bapak-bapak lalai melaksanakan
tugas?”
Waow, sekarang aku malah menghakimi mereka?
“Begini, Mbak,” kata salah satu satpam, “sebaiknya Mbak lapor ke kantor saja.”
“Terus, kalau saya lapor ke kantor, apa kantor kalian mau mengagnti kerugian yang kami
alami?” sudutku.
Kedua satpam itu nggak menjawab.
“Lice, udah nggak papa, biarin aja...” Grace menggandeng lenganku, berusaha
menenangkan. Lucu juga sebenarnya, mobilnya yang dirusak, tapi yang ngomel malah aku.
“Nggak bisa gitu, Grace. Ini bukan masalah sepele macam ganti rugi. Ini masalah keamanan,
yang sudah kita bayar, tapi nggak kita dapatkan!” jelasku, lalu menoleh lagi pada kedua satpam
itu. “Kami nggak akan kembali ke mal ini lagi! Mal ini nggak aman! Isinya doang bonafid,
keamanannya masih bagus di Tanah Abang!”
Kedua satpam itu terlongong bengong, dan aku langsung masuk ke mobil, diikuti Grace.
Nggak sampai lima menit, kami sudah keluar dari tempat parkir itu, dan melaju di jalan raya.
“Gila, lo nggak takut sama satpam itu tadi?” tanya Grace.
“Lho, buat apa takut? Kita nggak salah kok. Memang bener temapt ini yang nggak aman.
Sori, ya, Grace, gara-gara nemenin gue ke sini, mobil lo jadi dirusak...”
“Ah, udah, lupain aja. Lagian kan gue yang ngajak lo ke sini, jadi lo sama sekali nggak salah.
Malahan gue kagum banget sama lo, berani nantangin satpam-satpam tadi. Emang seharusnya
keamanan tempat parkir jadi tanggung jawab mereka, kan?” Grace mengendalikan setirnya
dengan santai.
Aku terdiam, dan berpikir. Kenapa sekarang barang macam tulisan KIJANG begitu saja
sampai dicuri, ya? Kalau yang diambil velg atau tape mobil mungkin masih masuk akal, tapi ini...?
Apa ada orang yang tingkat ekonominya begitu parah, sampai harus mencuri barang seperti itu
supaya bisa dijual dan dapat uang untuk makan? Tapi sekali lagi, kalau memang itu alasannya,
kenapa nggak mencongkel velg atau apa? Tulisan KIJANG begitu harganya berapa, coba?
Aku mengembuskan napasku di kaca jendela mobil. Kasihan banget orang yang sampai
harus mencuri begitu... Apa dia nggak punya pekerjaan, yang berarti nggak punya penghasilan?
Memang, kesejahteraan masyarakat di Indonesia ini payah banget. Lapangan kerja nggak cukup,
ada pekerjaan pun penghasilan belum tentu mencukupi, gimana bisa hidup? Padahal sekarang
apa-apa mahal. Makanan, tempat tinggal, pakaian, uang sekolah, BBM, tarif Rumah Sakit,
semuanya nggak ada yang murah... Tapi gimana kalau ini bukan pencurian biasa seperti yang
kupikirkan? Bisa saja ada motif lain, kan?
“Kami nggak akan kembali ke mal ini lagi. Mal ini nggak aman! Isinya doang bonafid, keamanannya
masih bagus Tanah Abang!”
Kata-kataku di tempat parkir tadi seperti bergaung kembali di telingaku. Gimana kalau ada
orang yang sengaja melakukan ini, supaya pengunjung mal tadi merasa nggak aman, dan akhirnya
jumlah pengunjung yang datang berkurang? Developer mal saingan, mungkin? Kalau pengunjung
merasa mal itu nggak aman, dia akan mencari tempat belanja lainnya, bukan? Bisa saja
alternatifnya mal atau pusat perbelanjaan lain yang ada di dekat mal tadi, yang dirasa lebih aman?