Page 123 - Gadis_Rempah
P. 123

S    iang di Pasar Pabean adalah waktunya orang-orang                                     cukup   jauh  meninggalkan  pasar,  Arumi
                                                                                                          Setelah menyaksikan Dinda dan motornya
                 lelah bersusah payah menghibur diri mereka. Bukan
                 hal yang mudah tentunya membuat para pekerja keras
            tertawa di tengah terik panas menusuk-nusuk kepala mereka.                                melanjutkan  perjalanannya  seorang  diri.
                                                                                                      Berjalan pelan di celah-celah sempit antara
                                                                                                      kendaraan yang merayap. Tibalah gadis itu di
                Para kuli angkut yang hilir mudik menggotong karung-
                                                                                                      pintu masuk utama Pabean, pasar legendaris
            karung rempah, truk-truk besar yang menaik-turunkan
                                                                                                      yang sudah berdiri sejak  1849 ini.
            karung-karung rempah, becak-becak yang membawa para
                                                                                                          Kuatnya aroma rempah yang menusuk
            pembeli dan pengecer, serta pedagang kaki lima dengan
                                                                                                      hidung bercampur keringat manusia dan uap
            jualan recehannya memenuhi badan jalan sepanjang Pasar
                                                                                                      kendaraan bermotor menyambutnya.   Arumi
            Pabean. Kemacetan pagi hingga sore hari selalu menjadi
                                                                                                      terus berjalan melewati satu demi satu kios-
            pemandangan di sudut utara Kota Pahlawan ini.
                                                                                                      kios pedagang rempah. Tidak sedikit ibu-
                Di tengah kemacetan itulah gawai di saku Dinda berbunyi.                              ibu pedagang yang seusia ibunya tersenyum
            Nyaring dan panjang. Dengan setengah hati Dinda merogoh                                   padanya. Mata mereka memperhatikan Arumi
            gawai dari sakunya. Rasa malasnya mendadak lenyap begitu                                  dari sepatu hitamnya, rok abu-abunya, hingga
            melihat nama di layar gawai. Widya, kakak perempuan satu-                                 kerudung putihnya. Arumi tersenyum sendiri
            satunya, sudah meneleponnya untuk yang keenam kalinya                                     membayangkan apa yang dipikirkan para
            kurang dari tiga puluh menit yang lalu.                                                   pedagang itu saat melihatnya. Ada perlu apa
                                                                                                      anak SMA ke sini?
                “Maaf ya, Arumi. Aku turunkan di sini saja, ya. Sepertinya
                                                                                                          Melihat    bermacam-macam     rempah
            Kak Widya ada perlu banget sama aku,” kata Dinda sesaat sebelum
                                                                                                      menggunung di setiap kios mengingatkan Arumi
            mendadak menepi dan menghentikan motornya di salah satu
                                                                                                      pada masa kecilnya saat sering diajak ibunya
            halaman toko swalayan yang masih berjarak  dari Pasar.
                                                                                                      ke Pabean. Tangan kirinya di gandeng ibunya
                Arumi mengangguk. Wajahnya dilumuri rasa bersalah.                                    sementara tangan kanannya bermain-main di
            Arumi mulai menyadari betapa ia sering mengambil waktu                                    puncak gunungan rempah milik para pedagang
            Dinda. Padahal, ada Kak Widya yang telah lama LDR dengan                                  yang dilaluinya. Ujung jari-jarinya melompat-
            suaminya mungkin sangat membutuhkan kebersamaan                                           lompat dari satu gunungan rempah ke gunungan
            dengan satu-satunya adiknya itu.                                                          rempah yang lain.





             115  Bab 9 — Dikejar bayang-bayang                                                                               Gadis Rempah  116
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128