Page 121 - Gadis_Rempah
P. 121

“Bayangkan betapa bahagianya ibuku, Din. Anak satu-
            satunya ini, yang katanya manja, pendiam, dan dingin ini,
            yang katanya tidak mencintai rempah-rempahnya ini, ... tiba-
                                                                                                                                 Bab 9
            tiba datang padanya memberikan kejutan,” celoteh Arumi
            begitu tubuhnya melesat bersama Dinda dan motornya.

                                                                                              Dikejar bayang-bayang
                “Bentar-bentar aku bayangin dulu ..., ehm ... tapi aku
            khawatir nubruk kalau bayanginnya di jalan raya begini!”
            canda Dinda yang langsung disusul dengan cubitan Arumi
            di pinggangnya. Keduanya tertawa lepas.
                                                                                                                     Naning benar-benar tak peduli.
                “Bayangkan  deh, Din. Bagaimana reaksi ibuku begitu
                                                                                                                        Menyingkirkan semua yang
            tahu aku terpilih sebagai mahasiswa PTN jalur prestasi?
                                                                                                                 menghalangi jalannya. Semakin dia
            Bayangkan juga reaksi ibuku begitu tahu desain kafe rempah
                                                                                                              berjalan cepat, semakin bayang-bayang
            buatanku memenangkan lomba bergengsi Kemenparekraf?                                                    Handoko mengejarnya dan terus
            Kira-kira gimana reaksi ibuku ya, Din?” Arumi kembali                                                                     mendekat.
            berceloteh riang. Tidak dihiraukannya siang yang terik dan
            hembusan angin panas Surabaya yang menyapu wajah dan
            berkali-kali merusak tatanan rapi kerudung putihnya.
                “Ehm ... kalau aku jadi ibumu mungkin aku terkejut,
            menangis terharu, memeluk, atau menggendong kamu?”

                “Hahaha ... gak segitunya juga kali, Din. Pakai gendong
            segala. Memangnya aku balita, apa?”

                Tawa keduanya kembali berderai.











             113  Bab 8 — Kado berduyun-duyun                                                                                 Gadis Rempah  114
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126