Page 124 - Gadis_Rempah
P. 124

S iang di Pasar Pabean adalah waktunya orang-orang  cukup  jauh  meninggalkan  pasar,  Arumi
                              Setelah menyaksikan Dinda dan motornya
 lelah bersusah payah menghibur diri mereka. Bukan
 hal yang mudah tentunya membuat para pekerja keras
 tertawa di tengah terik panas menusuk-nusuk kepala mereka.  melanjutkan  perjalanannya  seorang  diri.
                          Berjalan pelan di celah-celah sempit antara
                          kendaraan yang merayap. Tibalah gadis itu di
 Para kuli angkut yang hilir mudik menggotong karung-
                          pintu masuk utama Pabean, pasar legendaris
 karung rempah, truk-truk besar yang menaik-turunkan
                          yang sudah berdiri sejak  1849 ini.
 karung-karung rempah, becak-becak yang membawa para
                              Kuatnya aroma rempah yang menusuk
 pembeli dan pengecer, serta pedagang kaki lima dengan
                          hidung bercampur keringat manusia dan uap
 jualan recehannya memenuhi badan jalan sepanjang Pasar
                          kendaraan bermotor menyambutnya.   Arumi
 Pabean. Kemacetan pagi hingga sore hari selalu menjadi
                          terus berjalan melewati satu demi satu kios-
 pemandangan di sudut utara Kota Pahlawan ini.
                          kios pedagang rempah. Tidak sedikit ibu-
 Di tengah kemacetan itulah gawai di saku Dinda berbunyi.   ibu pedagang yang seusia ibunya tersenyum
 Nyaring dan panjang. Dengan setengah hati Dinda merogoh  padanya. Mata mereka memperhatikan Arumi
 gawai dari sakunya. Rasa malasnya mendadak lenyap begitu   dari sepatu hitamnya, rok abu-abunya, hingga
 melihat nama di layar gawai. Widya, kakak perempuan satu-  kerudung putihnya. Arumi tersenyum sendiri
 satunya, sudah meneleponnya untuk yang keenam kalinya  membayangkan apa yang dipikirkan para
 kurang dari tiga puluh menit yang lalu.  pedagang itu saat melihatnya. Ada perlu apa
                          anak SMA ke sini?
 “Maaf ya, Arumi. Aku turunkan di sini saja, ya. Sepertinya
                              Melihat   bermacam-macam      rempah
 Kak Widya ada perlu banget sama aku,” kata Dinda sesaat sebelum
                          menggunung di setiap kios mengingatkan Arumi
 mendadak menepi dan menghentikan motornya di salah satu
                          pada masa kecilnya saat sering diajak ibunya
 halaman toko swalayan yang masih berjarak  dari Pasar.
                          ke Pabean. Tangan kirinya di gandeng ibunya
 Arumi mengangguk. Wajahnya dilumuri rasa bersalah.   sementara tangan kanannya bermain-main di
 Arumi mulai menyadari betapa ia sering mengambil waktu   puncak gunungan rempah milik para pedagang
 Dinda. Padahal, ada Kak Widya yang telah lama LDR dengan   yang dilaluinya. Ujung jari-jarinya melompat-
 suaminya mungkin sangat membutuhkan kebersamaan  lompat dari satu gunungan rempah ke gunungan
 dengan satu-satunya adiknya itu.   rempah yang lain.





 115  Bab 9 — Dikejar bayang-bayang              Gadis Rempah  116
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129