Page 33 - Gadis_Rempah
P. 33

dirapikan. Ibuku juga selalu membuatkan minuman kunyit                              Arumi memandang sekilas jam tua peninggalan
            asam saat aku menstruasi. Nyeri di perutku benar-benar                          kakeknya yang tergantung di dinding. Jam tua berbandul
            berkurang  lho  setelah minum itu,” tutur Arumi sambil                          panjang warna hitam itu menunjukkan waktu hampir
            menghirup tehnya.                                                               pukul sembilan malam. Arumi memandang ibunya yang
                “Nah, itu dia! Setiap ibu selalu punya cara unik untuk                      tengah tidur pulas di sofa ruang tamu.
            membuat anaknya bahagia, Arumi. Cobalah mengambil hati                              Ibunya tampak sangat lelah. Lebih dari seharian ibunya
            ibumu. Cobalah mencintai rempah seperti ibumu mencintai                         berdagang rempah setiap harinya. Dini hari sebelum subuh
            rempah. Cobalah meracik wedang rempah sesuai dengan                             berangkat dan menjelang maghrib baru kembali ke rumah.
            resep dari ibumu. Niatkan dengan sungguh-sungguh agar
                                                                                                Arumi sangat berharap hari ini dapat mengajak ibunya
            dia bahagia. Bisa jadi, secangkir wedang yang kau buat tulus
                                                                                            berbicara tentang rencananya memilih kuliah di jurusan
            dari hatimu akan benar-benar mengalir hangat di hatinya.
                                                                                            desain produk yang sangat diidamkannya. Namun, lagi-lagi
            Bagaimana?” tanya Dinda meyakinkan.
                                                                                            semua kata yang sudah disusun rapi di kepalanya hanya
                Dinda menatap hangat kedua mata Arumi yang kembali
                                                                                            bergantung di ujung bibir tanpa sempat terucap. Arumi nyaris
            mulai berkaca-kaca. Banyak harapan baik yang terpendam
                                                                                            tak punya kesempatan berbicara panjang lebar dengan ibunya
            terpancar di sana.
                                                                                            meski mereka hanya tinggal berdua di rumah. Meskipun
                “Dinda ... sejak kapan kamu jadi orang bijak begini?”
                                                                                            tinggal di atap yang sama, mereka nyaris tak pernah bertutur
            Arumi menggoyang-goyangkan tangan kiri Dinda.
                                                                                            sapa layaknya ibu dan anak pada umumnya.
                Dinda tertawa sesaat setelah menikmati sesendok es
                                                                                                Dulu, Arumi pernah bertanya ke ibunya mengapa
            krim. Hatinya puas melihat tawa kecil kini menghiasi wajah
                                                                                            tidak menyerahkan saja tokonya untuk dikelola karyawan-
            ayu sahabatnya.
                                                                                            karyawannya sehingga Ibunya bisa punya lebih banyak
                “Hahaha ... namanya juga usaha. Usaha membuat
                                                                                            waktu untuknya di rumah. Mengapa juga ibunya tidak
            sahabatku bahagia. Iya, ‘kan! Arumi?”
                                                                                            menyuruh Pak Wisnu, sopir keluarga untuk mengantarnya
                “Haha ... kamu selalu saja bisa membuatku tertawa,
                                                                                            setiap hari ke pasar? Ibunya biasanya hanya memanggilnya
            Din. Ehm ... baiklah. Aku coba ya,” tegas Arumi. Kedua
                                                                                            untuk mengantar  berkunjung ke rumah Yanuar, paman
            matanya kini berangsur cerah.
                                                                                            Arumi. Sementara setiap hari ke pasar, ibunya lebih suka
                “Siplah. Doaku untukmu selalu Arumi,” harap Dinda
                                                                                            naik becak Wak Parjan.
            sambil menggenggam erat kedua tangan Arumi.
                Terima kasih banget ya, Din,” ucap Arumi lirih.                                 “Hanya  orang  yang  sungguh-sungguh  mencintai
                                                                                            rempah yang bisa memperlakukan rempah dengan baik.
                                                                                            Semua karyawan Ibu hanya bekerja dengan rempah,
                                                                                            mereka  belum   sungguh-sungguh  mencintai  rempah.


              25  Bab 2 — Ibu, aku ingin bicara ...                                                                           Gadis Rempah  26
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38