Page 42 - Sampul Terkepung
P. 42

“La, mau dipakai apa, Din?” tanya Tegar keheranan.
                      “Mau  buat  lubang  untuk tanam  keres,” jawab

                 Didin.
                      “Oh…begitu. Wah, hebat kalian. Masih kecil-kecil
                 tapi  sudah  punya  niat  untuk  menanam  pohon.  Sini,
                 saya cabutkan kayunya,” puji pemuda yang juga pandai
                 sepak bola itu sambil tersenyum.
                      “Terima kasih, Mas Tegar,” ucap Didin.

                       “Mau ditanam di mana?” tanya Tegar lagi.
                      “Di pinggir lapangan sini Mas. Biar rindang,” jelas
                 Didin.
                      “Ya,  kalau  begitu  saya  bantu  untuk  buatkan
                 lubang,” kata Tegar.
                      Anak-anak itu berjongkok di sekitar lubang tanam

                 yang dibuat Tegar. Mereka  siap menanam pohon keres.
                      “Teman-teman, mari kita berdoa. Semoga pohon
                 keres ini  bisa  tumbuh  dengan  baik.  Bisa bermanfaat
                 untuk mengurangi polusi udara di desa kita,” ajak Didin.
                      “Ayo membaca Bismillah…!” usul Kiki.
                      “Ki, terus Murni gimana?” ingat Andi kepada Kiki

                 karena Murni beragama Kristen.
                      “Oh, ya. Maaf. Mur, kamu berdoa sesuai dengan
                 agamamu ya,” kata Kiki.
                      “Beres,” jawab Murni singkat sambil tersenyum.
                      Setelah berdoa, Widia menancapkan bibit keres itu.
                 Teman-teman lainnya mengais tanah untuk menimbun
                 akar keres. Sesekali tangan Widia menegakkan pohon

                 itu agar dapat tumbuh dengan baik.


                                              30
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47