Page 72 - RISALAH QUSYAIRIYAH
P. 72

rambah kebenaran spiritual dalam praktek  ibadah)  dengan
              melalui beberapa  tingkatan mujahadah  secara gradual;  dari suatu
              tingkatan laku batin menuju  pencapaian  tingkatan  maqamberikut-
              nya dengan sebentuk arnalan (mujahadah)  tertentu; sebuah  pen-
              capaian kesejatian hidup dengan pencarian  yang tak kenal lelah,
              beratnya  syarat, danbeban kewajiban  yang harus dipenuhi.  Keti-
              ka itu, seseorant yang sedang menduduki  atau memperiuangkan
              untuk menduduki sebuah maqam  (proses pencarian) harus mene-
              gakkan nilai-nilai yang terkandung dalam maqam yang sedang
              dikuasainya.  Karena itu, dia akan selalu sibuk dengan  berbagai
              riyadhah.
                   Seseorang  tidak akan mencapai suatu moqam dari nuqam
              sebelumnya selama dia belum memenuhi  ketentuan-ketentuart,
              hukum-hukum, dan syarat-syarat maqam yang hendak dilang-
              kahinya  atau yang sedang ditingkatkannya. Orang yang belum
              mEunpu bersikap qana'ah (maqam qana'ah, yaitu kondisi batin yang
              puas  atas pemberian Allah, meski amat kecil), sikap pasrahnya
              (tawakal atart maqam tawakal), tidak sah; orang yang belum
              mampu berpasrah  diri pada Tuhan, penyerahan  totalitas dirinya
              (kemuslimannya) tidak sah; orang  yangbelum  tobat, penyesalan-
              nya tidak sah; dan orant yangbelum  wira'i (sikap hatihati dalam
              penerapan hukum),  ke-zuhud-annya  tidak sah. Berarti, mnqam
              zuhud, umpamanya, tidak rnungkin  tercapai  sebelum  pelakunya
              itu sudah mewujudkan sikap wira'i (maqam  wira'i).
                   Maqam, arti yang dimaksud  adalah penegakan atau aktuali-
              sasi suatu nilai moral;  sebagaimana al-madlhal (tempat masuk),
              penunjukan artinya memusat pada makna proses pemasukan;
               dan al-makhraj  (tempat keluar) mentacu  pada arti proses pente-
              luaran. Karena itu, keberadaanmaqam  seseor.rnt tidak dianggap
              sah kecuali dengan penyaksian kehadiran Allah secara khusus
              dalam nilaimaqam  yang diaktualkannya, mengingat  sahnya suatu
              bangunan perintah  Tuhan  hanya berdiri di atas dasar yang sah
              pula.
                   Saya pernah mendengar  Asy-Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq,
              semota Allah merahmatinya,  berkata, "Ketika Al-Wasithi mema-
              suki Kota Naisabur, dia bertanya pada para pengikut Abu Uts-
               man,  'Apa  yang diperintahkan  guru kalian?'
                   'Beliau memerintahkan kami supaya berpegang teguh pada

              5t    Su*la  7a/b1  '21*41wl
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77