Page 92 - Hadits-Jibril-Penjelasan-Hadits-Jibril-Memahami-Pondasi-Iman-Yang-Enam-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 92

H a d i t s   J i b r i l  | 75

            rontoknya  dedaunan,  tetesan  air  hujan,  tumbuhnya  tunas-
            tunas,  kelahiran  bayi  manusia,  kelahiran  anak  hewan  dari
            induknya,    letusan    gunung,    sakitnya    manusia    dan
            kematiannya,  serta  berbagai  peristiwa  lainnya,  semua  itu
            adalah  hal-hal  yang  telah  dikehendaki  Allah  dan  merupakan
            ciptaan-Nya.  Semua  perkara  tersebut bagi kita terjadi dalam
            hitungan  yang  sangat  singkat,  bisa  terjadi  secara  beruntun
            bahkan bersamaan.

                    Adapun  sifat  perbuatan  Allah  sendiri  (Shifat  al-Fi‟il)
            tidak  terikat  oleh  waktu.  Allah  menciptakan  segala  sesuatu,
            sifat  perbuatan-Nya  atau  sifat  menciptakan-Nya  tersebut
            tidak boleh dikatakan “di masa lampau”, “di masa sekarang”,
            atau  “di  masa  mendatang”.  Sebab perbuatan Allah itu  azali,
            tidak  seperti  perbuatan  makhluk  yang  baharu.  Perbuatan
            Allah  tidak  terikat  oleh  waktu,  dan  tidak  dengan
            mempergunakan  alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi
            pada  alam  ini  semuanya  baharu,  semuanya  diciptakan  oleh
            Allah,  namun  sifat  perbuatan  Allah  atau  sifat  menciptakan
            Allah (Shifat al-Fi‟il) tidak boleh dikatakan baharu.


                    Kemudian  dari  pada  itu,  kata  “Kun”  adalah  bahasa
            Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan
            Allah  adalah  Pencipta  (Khaliq)  bagi  segala  bahasa.  Maka
            bagaimana  mungkin  Allah  sebagai  al-Khaliq  membutuhkan
            kepada  ciptaan-Nya  sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam
            Allah  merupakan  bahasa,  tersusun  dari  huruf-huruf,  dan
            merupakan  suara,  maka  berarti  sebelum  Allah  menciptakan
            bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru
            memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa
            tersebut.  Bila  seperti  ini  maka  berarti  Allah  baharu,  persis
            seperti  makhluk-Nya,  karena  Dia  berubah dari satu keadaan
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97